Berita Terbaru

Ustaz Ahmad Riswandi Mengingatkan Sakit Adalah Kebaikan dan Penghapus Dosa Jika Tawakal dan Rida


Dakwahpos.com, Bandung — Kajian rutin fikih di Masjid Al Muhajirin Panghegar Bandung kali ini membahas pendahuluan fikih jenazah, yaitu tentang bagaimana sikap Muslim menghadapi sakit (16/11/25). Ustaz Ahmad Riswandi menjelaskan bahwa sakit, dari sudut pandang Islam, adalah musibah dan cobaan dari Allah SWT yang merupakan kebaikan bagi seorang mukmin. Beliau menegaskan bahwa semua orang pasti mengalami sakit dan kunci utama dalam menghadapinya adalah Sabar, yang dapat diraih melalui Tawakal (berserah diri kepada keputusan Allah) dan Rida (menerima tanpa keluh kesah atau protes) terhadap ketetapan-Nya.

Ustaz Riswandi mengutip hadis Nabi Muhammad SAW, "Siapa siapa orang yang akan mendapatkan kebaikan dari Allah maka Allah akan memberikan cobaan ujian kepada orang itu." menegaskan bahwa penyakit, lelah, bingung, sedih, bahkan sampai duri yang menusuk kulit, semuanya berfungsi sebagai kifarat atau penghapus dosa dan pelebur kesalahan. Beliau juga memaparkan keuntungan lain bagi orang yang sakit, yaitu dicatatnya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan saat sehat, meskipun ia terhalang melakukannya karena sakit. Beliau juga mengingatkan bahwa mengeluh berlebihan kepada manusia dilarang, namun mengadu hanya kepada Allah diizinkan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Yaqub dan Nabi Ayyub AS.

Terkait praktik fikih, Ustaz Riswandi menjelaskan bahwa menjenguk orang sakit adalah salah satu dari enam kewajiban seorang Muslim terhadap sesamanya. Beliau menekankan keutamaan menjenguk, yaitu akan mendapatkan doa 70.000 malaikat dan menjanjikan tempat tinggal yang baik di surga. Adab menjenguk meliputi mendoakan, memberikan harapan dan hiburan (tidak menakut-nakuti), serta tidak berlama-lama. Mengenai hukum berobat, Ustaz Riswandi menyatakan "pendapat yang lebih kuat adalah Mubah dan bukan wajib, namun dilarang keras menggunakan barang haram seperti miras atau air kencing sebagai obat, kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam jiwa."

Reporter: Imam Aula Muminin – KPI/3A

Ustaz H. M. Santoso Kupas Tuntas Keutamaan dan Tata Tertib Salat Berjamaah


Dakwahpos.com, Bandung — Kajian rutin di Masjid Al Muhajirin Panghegar Bandung yang dipimpin oleh Ustaz H. M. Santoso kali ini secara khusus membahas tata tertib dan keutamaan salat berjamaah (9/11/25). Beliau mengawali dengan mengingatkan jamaah akan ganjaran besar salat berjamaah, yaitu "mempunyai derajat yang cukup besar yaitu 27 derajat," lebih utama dibandingkan salat sendirian.

Ustaz Santoso menegaskan bahwa salat berjamaah di masjid adalah hal yang diharuskan bagi laki-laki, sementara bagi wanita, salat yang terbaik adalah di rumah, meskipun diperbolehkan ke masjid dengan syarat seizin suaminya dan tidak menimbulkan fitnah dengan berpakaian yang sederhana.

Ustaz Santoso kemudian merinci tata tertib dasar dalam berjamaah. Beliau menjelaskan bahwa "sesungguhnya Imam itu diangkat untuk diikuti, dan oleh karena itu makmum dilarang keras untuk mendahului, menyamai, atau mengakhirkan diri dari gerakan Imam." Beliau mengutip hadis: "bertakbirlah apabila Imam takbir, Jangan engkau sekalian takbir sebelum imam selesai takbir." bahkan beliau menyamakan disiplin ini dengan gerakan barisan dalam militer. Posisi saf juga diatur, di mana jika makmum hanya satu orang (laki-laki), maka ia harus berdiri sejajar di sebelah kanan Imam. Selain itu, orang yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling menguasai Alquran dan paham tentang aturan salat.

Terkait dengan kesalahan dalam berjamaah, Ustaz Santoso menjelaskan bahwa jika Imam salah gerakan atau lupa, makmum laki-laki wajib mengingatkan dengan mengucapkan Subhanallah, sementara perempuan dengan menepuk tangan. Jika kesalahan terjadi, Imam harus menebusnya dengan Sujud Sahwi, dan makmum wajib mengikutinya. Beliau juga menekankan pentingnya mengucapkan Amin bersamaan dengan Imam: "kalau berbarengan dengan para malaikat maka akan diampuni dosa kita." Terakhir, bagi makmum yang masbuk (terlambat), beliau berpesan agar tidak "tergesa-gesa" atau lari menuju salat, dan kekurangan rakaat ditambah setelah Imam salam.

Reporter: Imam Aula Muminin – KPI/3A

Ustaz Apip Ansurulloh Kupas Tuntas Kriteria Manusia Terbaik di Sisi Allah SWT


Dakwahpos.com, Bandung — Suasana khusyuk dan penuh perhatian mewarnai Kajian rutin Ahad pagi di Masjid Al Muhajirin Panghegar Bandung saat Ustaz Apip Ansurulloh, S.Pd. membahas tema utama tentang kriteria "Manusia Terbaik di Sisi Allah SWT" (26/10/25). Dalam kajian tersebut, Ustaz Apip menjelaskan bahwa kriteria manusia terbaik di sisi Allah merujuk pada sabda Rasulullah SAW, yaitu mereka yang memiliki hati yang bersih (Qolbun Salim) dan lisan yang jujur (Lisan Sodiq).

Beliau menegaskan bahwa hati yang bersih adalah bekal utama yang harus disiapkan untuk akhirat, menguatkan hal ini dengan firman Allah dalam Surah Asy-Syu'ara ayat 88-89 bahwa pada hari Kiamat, harta dan keturunan tidak akan berguna, "kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

Ustaz Apip merinci bahwa hati yang bersih (Qolbun Salim) ini didefinisikan sebagai hati yang bertakwa, tidak ada dosa padanya, jauh dari aniaya (dzalim), dan tidak ada hasud (iri dengki). Beliau mengutip hadis Rasulullah yang sangat populer: "Ingat kata Rasulullah Dalam jasad manusia itu ada segumpal daging apabila baik nunggu itu maka baiklah jasad itu semuanya dan apabila rusak mugah itu maka rusaklah jasad itu semuanya kata nabi Allah ingat adalah hati." Beliau mengingatkan jamaah bahwa banyak orang rela menghabiskan biaya besar untuk memperbaiki fisik, namun lupa atau enggan untuk fokus pada perbaikan hati, padahal hati yang menentukan kebaikan seluruh jasad dan diterima tidaknya amal di sisi Allah. Hati yang bersih akan membuat seorang Muslim merasa ringan melaksanakan perintah Allah, seberat apa pun pekerjaan itu.

Selanjutnya, Ustaz Apip membahas pentingnya lisan yang jujur, mengaitkannya dengan kisah Lukmanul Hakim yang memilih hati dan lisan sebagai organ terbaik dan terburuk, menunjukkan bahwa kedua organ inilah yang menjadi ukuran utama baik dan buruknya seseorang. Beliau mengutip hadis yang mewasiatkan agar berpegang pada kejujuran, "karena sesungguhnya kebenaran itu akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada surga, sementara dusta akan membawa kepada dosa dan neraka". Ustaz Apip menutup dengan pesan agar jamaah, "jangan pernah bosan untuk selalu membersihkan hati dan menjaga lisan, karena kedua organ inilah yang merupakan jalan utama untuk menjadi manusia terbaik di sisi Allah SWT."

Reporter: Imam Aula Muminin – KPI/3A

Ustaz Budi Prayitno Kupas Tuntas Tiga Pilar Utama Seorang Muslim: Niat, Ilmu, dan Istiqomah


Dakwahpos, Bandung - Kajian pembahasan mengenai tiga pilar utama bagi seorang Muslim dalam beramal: Niat, Ilmu, dan Istiqomah diselenggarakan pada Minggu pagi (19/10/25). Ustaz Budi Prayitno memulai dengan menegaskan bahwa Niat yang lurus dan ikhlas merupakan fondasi utama.

 

Beliau memberikan contoh inspiratif dari kisah Ustaz Dadang yang selama 17 tahun mengajar mengaji di LP Sukamiskin tanpa dibayar; berkat keikhlasan dan niatnya yang tulus, Allah membalasnya dengan diangkat menjadi ASN dengan masa kerja 17 tahun dan mendapatkan uang rapel yang kemudian digunakannya untuk membeli rumah. Ustaz Budi menekankan bahwa "beramal dengan ikhlas itu hanya mengharap balasan dari Allah" dan sebaliknya, amal yang dilakukan dengan niat mengharap pujian manusia dapat membawa pelakunya kepada neraka karena niatnya yang keliru.

 

Pilar kedua adalah Ilmu. Beliau menjelaskan bahwa setiap amal harus didasari oleh ilmu yang benar agar ibadah diterima dan memberikan dampak positif pada diri sendiri, karena amal tanpa ilmu yang benar bisa "tidak berarti bagi diri sendiri juga kehilangan arti." Lebih lanjut, beliau menyampaikan keutamaan beribadah dengan ilmu, seperti ketika berwudu, di mana "ketika kau basuh wajahmu dengan air wudhu Sabda Rasul Allah gugurkan dosa-dosa yang nampak dari kedua matamu" dan bekas wudu itu pula yang akan menjadi tanda pengenal umat Nabi Muhammad SAW di akhirat. Membaca Al-Qur'an pun harus disertai dengan tadabur (memahami artinya) agar Al-Qur'an benar-benar menjadi petunjuk jalan dalam hidup. Beliau berpesan, "jangan pernah berhenti belajar apalagi kalau Kenyataannya memang ilmu kita sedikit" untuk memastikan ibadah kita tidak keliru.

 

Pilar terakhir adalah Istiqomah atau konsistensi dalam beramal, karena ini adalah amalan yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau mengingatkan bahwa istiqomah selalu disertai dengan ujian dari Allah, seperti kisah seorang jamaah yang merasa kecewa dan ingin berhenti salat Tahajud dan Dhuha karena merasa doanya untuk kesembuhan penyakit tidak terkabul. Dalam menyikapi hal ini, Ustaz Budi menjelaskan bahwa Allah memiliki cara tersendiri dalam menjawab doa, mengutip firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 216. Beliau mengakhiri dengan pesan bahwa setiap Muslim harus terus bersemangat, tidak pernah berputus asa, dan istiqomah dalam beramal karena semua amal saleh dicatat oleh Allah dan "boleh jadi nikmat amal itu didapatnya sesat di ketika kita mungkin sudah di akhir dalam kehidupan" seperti kisah seorang guru honorer yang konsisten beramal hingga akhir hayatnya mendapatkan balasan rezeki yang tak terduga.

 

Reporter: Imam Aula Muminin, KPI/3A

Ustaz Aip Syahida Kupas Tuntas Penyebab Doa Tak Terkabul dan Pentingnya Ikhtiar


Dakwahpos, Bandung - Kajian rutin Ahad pagi di Masjid Al Muhajirin Panghegar Bandung kembali dilanjutkan dengan pembahasan mengenai doa, ikhtiar, dan tawakal (23/11/25). Ustaz Aip Syahida, M.Ag. memulai dengan menegaskan bahwa doa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim, karena kita adalah hamba yang lemah. Beliau meyakini bahwa doa "dapat merubah takdir" serta merupakan bukti kelemahan kita di hadapan Allah SWT.

Ustaz Aip Syahida kemudian mengulas penyebab mengapa doa seseorang bisa terhalang atau tidak dikabulkan, merujuk pada pandangan ulama besar Ibrahim bin Adam. Pertama, seorang hamba mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya atau tidak melaksanakan kewajiban. Kedua, merasa telah mencintai Rasulullah tetapi ternyata meninggalkan sunah-sunah beliau, di mana beliau mencontohkan ramainya kegiatan yang tidak ada sunah-nya sementara sunah ditinggalkan. Ketiga, membaca Al-Qur'an tetapi tidak mengamalkannya, padahal membaca Qur'an harus dilanjutkan dengan tadabur (memahami) dan mengamalkan isinya. Keempat, menyantap nikmat Allah tetapi tidak mensyukurinya. Kelima, memandang setan sebagai musuh tetapi sering mengikuti langkah-langkahnya; beliau menjelaskan bahwa setan adalah sifat yang menjauhkan manusia dari Allah. Keenam, menyatakan surga benar adanya tetapi tidak beramal untuk mendapatkannya. Ketujuh, menyatakan neraka benar adanya tetapi tidak mau menghindarinya, bahkan justru melakukan amalan yang menjadi bagian dari Amaliah neraka.

Kedelapan, menyatakan kematian benar adanya tetapi tidak bersiap-siap menyambut kedatangannya; beliau berpesan, "Yang terpenting adalah siap persiapan untuk menghadapi kematian," dengan menyiapkan amal saleh. Kesembilan, setiap kali terjaga dari tidur senantiasa sibuk dengan aib orang lain, tetapi melalaikan aib sendiri; beliau mengingatkan bahaya ghibah di mana dalam Al-Qur'an hal itu sama dengan "memakan bangkai dianya sendiri yang meninggal dimakan." Terakhir, kesepuluh, menguburkan orang yang meninggal tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa kematian tersebut.

Selanjutnya, Ustaz Aip Syahida membahas pentingnya ikhtiar (usaha). Ikhtiar, yang berasal dari akar kata khoir, berarti memilih mana yang lebih baik. Beliau mendefinisikannya sebagai berusaha sungguh-sungguh dalam bidang yang diusahakan disertai dengan doa kepada Allah agar usahanya berhasil, dengan tujuan untuk meraih kehidupan selamat sejahtera dunia akhirat. Beliau mencontohkan kisah H. Achmad Bakrie yang sempat gagal berulang kali dalam berdagang sebelum akhirnya sukses, menunjukkan bahwa hasil tidak datang secara instan. Beliau juga menegaskan pentingnya menyeimbangkan doa dan usaha, mengutip hadis yang menyatakan bahwa "memberi lebih baik daripada meminta" dan mengingatkan bahwa Allah tidak menyukai orang yang terus-menerus berdoa tanpa berusaha.

Pentingnya ikhtiar ini diperkuat dengan firman Allah dalam Surah Ar-Ra'd ayat 11: "Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum ya sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka itu sendiri." Sebagai penutup, beliau berpesan kepada jamaah: "kita harus yang memadukan antara usaha dan doa harus dua-duanya bersinergi," karena kita adalah kelompok Ahlussunnah Wal Jamaah, yang meyakini pentingnya menyeimbangkan keduanya untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Reporter: Imam Aula Muminin, KPI/3A

Kupas Tuntas Tafsir Al-Baqarah Ayat 8-10, Ustaz Riswandi Peringatkan Jamaah dari Bahaya Sifat Munafik



Dakwahpos, Bandung - Masjid Al-Muhajirin Panghegar kembali menggelar kajian tafsir rutin yang dilaksanakan pada kamis malam (9/10/25). Dalam majelis ilmu tersebut, Ustaz Riswandi mengupas tuntas Surah Al-Baqarah ayat 1 hingga 20, dengan fokus pembahasan pada golongan ketiga manusia: orang-orang munafik (hipokrit), serta bahaya besar yang mengancam mereka di akhirat.

Ustaz Riswandi membuka dengan menjelaskan bahwa Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 1-20 membagi respons manusia terhadap kebenaran menjadi tiga kelompok: Mukmin, Kafir, dan Munafik. Beliau mendefinisikan nifaq sebagai perbuatan menyembunyikan kekufuran sambil menampakkan keimanan, yang diibaratkan seperti tikus yang bersembunyi di lubang.

Menurutnya, orang munafik adalah pendusta terbesar yang berani mengatakan: "kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal mereka itu bukan orang yang beriman."

Tujuan utama mereka, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 9, adalah hendak menipu Allah dan orang-orang beriman. Namun, rencana licik mereka gagal total karena Allah menegaskan, mereka pada hakikatnya hanya "menipu diri sendiri," dan mereka tidak menyadarinya.

Penyebab mendasar sifat munafik, menurut Ustaz Riswandi, adalah karena di dalam hati mereka terdapat penyakit (maradh) berupa keraguan, kebohongan, dan dengki. "Penyakit ini bukan berkurang, tapi bertambah penyakit," ujar beliau, karena mereka tidak pernah berupaya untuk mengobatinya.

Ustaz Riswandi turut menyinggung ciri-ciri orang munafik dalam ibadah, mengutip Surah An-Nisa, di mana mereka malas saat berdiri shalat, melakukannya hanya untuk dilihat orang (riya'), dan sedikit sekali mengingat Allah. Bahkan, beliau menambahkan dari hadis Muslim, "shalat yang paling berat dirasakan oleh orang munafik adalah shalat Isya dan Subuh berjamaah."

Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa konsekuensi dari sifat nifaq sangatlah pedih. Bagi mereka, siksa yang kekal dan abadi telah menanti di neraka. Beliau mengutip: "Sesungguhnya orang munafik itu pindah ke dalam keraknya api neraka paling bawahnya paling bawah, karena mereka dianggap lebih buruk daripada orang kafir yang berani jujur mengakui kekafirannya." Di akhir beliau berharap, "mudah-mudahan kita dijauhkan dari sifat-sifat orang munafik karena sifat-sifatnya bisa hinggap di dalam diri orang beriman."

Reporter: Imam Aula Muminin, KPI/3A

DKM Al-Muhajirin Gelar Kajian Subuh, Ustaz Aip Syahida Tekankan Tiga Pilar Hidup: Doa, Ikhtiar, dan Tawakal


Dakwahpos, Bandung - DKM Al-Muhajirin Panghegar kembali menggelar kajian pagi pekanan yang dilaksanakan pada Ahad pagi seusai salat Subuh berjamaah (5/9/25). Kegiatan rutin ini diisi oleh Ustaz Aip Syahida, M.Ag., yang menyampaikan kajian krusial mengenai tawakal, sekaligus menutup rangkaian bahasan sebelumnya mengenai doa dan ikhtiar.

Ustaz Aip membuka kajian dengan mengingatkan jamaah akan kemuliaan bulan Sya'ban, di mana ia merupakan bulan diangkatnya amal-amal bulanan kepada Allah Swt. Beliau kemudian masuk pada inti pembahasan, menekankan tiga pilar yang harus dipegang teguh oleh seorang mukmin dalam menjalani kehidupan.

"Tiga hal ini, doa, ikhtiar, tawakal, itu jangan sampai lepas dari genggaman kita dalam menjalani hidup ini," ujar Ustaz Aip. Menurutnya, berikhtiar tanpa doa atau berdoa tanpa usaha adalah hal yang tidak dibenarkan dalam Islam. Yang paling benar adalah menggabungkan keduanya, dan setelah usaha maksimal dijalankan, barulah seorang hamba berserah diri.

Beliau menjabarkan bahwa tawakal secara terminologi adalah berserah diri kepada Allah atau menyerahkan suatu urusan kepada kebijakan Allah yang mengatur segala-galanya. Perintah ini termaktub jelas dalam Al-Qur'an Surah Ali Imron ayat 159: "Maka apabila engkau telah membulatkan tekad sepenuhnya kepada Allah, maka bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah."

Ustaz Aip kemudian menjelaskan bahwa tawakal tidak hanya sebatas pasrah. Tawakal yang benar harus memiliki empat prinsip dasar. Pertama, harus ada Mujahadah, yaitu sungguh-sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan dan tidak asal-asalan. Kedua, dilanjutkan dengan Doa, memohon perlindungan dan keberkahan. Ketiga, Syukur, wajib dimiliki ketika hasil usaha sesuai harapan. Dan keempat, Sabar, harus diterapkan ketika hasil yang didapatkan tidak sesuai, di mana seseorang wajib meyakini bahwa itu adalah yang terbaik dari Allah.

Beliau menambahkan bahwa pengamalan ikhtiar dan tawakal dapat menghilangkan rasa malas, mengeluh, serta mencegah saling menyalahkan jika terjadi kegagalan dalam rumah tangga atau pekerjaan.

Di akhir kajian, Ustaz Aip menguatkan prinsip sabar dan tawakal dengan mengutip Surah Al-Baqarah ayat 216: "Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." Pesan ini menjadi penutup bahwa setelah segala daya upaya dan doa dipanjatkan, hasil akhir yang ditetapkan Allah adalah yang terbaik bagi hamba-Nya.

Reporter: Imam Aula Muminin, KPI/3A

 

Masjid

Masjid

Opini

Opini

Sosok

Sosok

Pendidikan

Pendidikan

Ekonomi

Ekonomi

Sastra

Sastra

Wisata

Wisata

Resensi

Resensi
© Dakwahpos 2024