Sepakbola Atau Seni Membunuh?

Oleh: Muhammad Rizqi Rainer

Awal bulan Oktober 2022 menyisakan duka yang sangat mendalam usai terjadinya tragedi kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Sebuah tragedi nahas yang memakan korban jiwa terbesar ke dua di dunia dalam sejarah kerusuhan di Stadion Sepak Bola.

Total korban sebanyak 678 orang terdiri dari jumlah korban meninggal dunia sebanyak 131 orang, jumlah korban luka-luka sebanyak 524 orang dan sebanyak 23 orang lainnya mengalami luka berat yang dirawat di beberapa rumah sakit terdekat disana.

Tragedi 1 Oktober malam lalu terjadi saat pertandingan sepak bola Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan kekalahan Arema FC dengan skor 2-3 yang dimenangkan oleh Persebaya Surabaya sebagai tim tamu. Merasa tidak terima dengan kekalahannya, para suporter Aremaniapun langsung menyerbu ke kelapangan setelah peluit panjang ditiup oleh wasit.

Sepakbola seharusnya menyatukan keharmonisan antar daerah di Indonesia, tapi ternyata nyatanya hanya adu gengsi siapa yg paling spesial dalam presentasi sepakbolanya dan ketika tim yg dukungnya kalah dengan seenaknya malah membuat hal hal yang tidak terpuji hingga menumpahkan darah manusia lain yang tidak berdosa.

Tidak hanya oknum penonton tapi juga terkait prosedur tim keamanan yang ternyata tidak sesuai SOP yang berlaku, hingga akhirnya timbul lah saling menyalahkan.

Tragedi ini menjadi pelajaran buat kita bahwa sepak bola tidak seharga dengan nyawa manusia. Mudah mudahan ini menjadi tragedi akhir yang dialami oleh sepak bola Indonesia.

Penulis, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung

Nama : Muhammad Rizqi Rainer
Status : Mahasiswa Kpi Uin Sgd Bandung
Alamat : Kp.Cihantap, Des. Nagrog, Kec. Cicalengka, Kab. Bandung
No Hp : 089512815480

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023