Meragukan Efektifitas Lockdown dan Karantina

Dilema yang melanda upaya penanggulangan penyebaran pandemi COVID-19 adalah antara mengisolasi suatu wilayah atau memutuskan untuk menguncinya sepenuhnya. Keduanya sangat memukul perekonomian dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah. Belum lagi peluang korupsi dana bantuan bencana, kita tahu bahwa ini sering terjadi dalam keadaan sulit seperti itu. Selalu ada yang salah. Banyak orang memperingatkan untuk waspada. Apakah tidak ada solusi lain yang benar-benar dapat meminimalisir dampak destruktif yang mungkin menyertainya. Tapi pertama-tama, mari kita lihat situasi sebenarnya untuk mendapatkan solusi yang lebih praktis. Penerapan lockdown atau karantina tidak akan efektif mencegah penyebaran COVID-19. Blokade atau isolasi jelas menghambat denyut perekonomian. Efek domino bisa tidak terduga dan bisa sangat merusak.

Perketat jarak fisik dengan membubarkan massa, berharap semua orang tetap di rumah, ini hanya efektif di negara otoriter atau negara dengan kesadaran publik yang baik. Italia dan Spanyol saja gagal. Ketika perilaku egois banyak orang tidak mendapat sanksi tegas, Indonesia tidak memiliki cukup kekuatan persuasif untuk menegakkannya. Pekerja harian yang tidak memiliki kemampuan dan alat untuk bekerja di rumah tidak akan dibayar jika tidak produktif. Melihat situasi sosial saat ini benar-benar membuat saya cemas.

Mau didisiplinkan karena memukuli warga dengan tongkat ala pemerintah India? Hanya agama yang bisa membuat orang lapar. Jika anak terpaksa melewatkan makan, orang tua bisa tetap diam dan tidak akan mengambil tindakan apa pun yang terjadi pada mereka. Sebuah pentungan bisa menjadi cambuk, membuat perilaku lebih gila.

Jadi, selain penguncian dan isolasi, opsi apa lagi yang ada?

Ada yang disebut herd immunity, yaitu keadaan di mana mayoritas penduduknya kebal terhadap virus epidemik, sehingga bisa menciptakan perlindungan bagi individu yang rentan. Namun, situasi ini harus diatasi dengan sengaja membiarkan virus menyebar ke sebagian besar orang. Atau, jika vaksin telah ditemukan, dapat juga memvaksinasi sebagian besar penduduk.

Belum lagi peluang korupsi dana bantuan bencana yang kita tahu cukup sering terjadi dalam situasi serba sulit seperti ini. Selalu saja ada yang jahat. Tidak ada kah solusi lain yang barangkali justru meminimalkan efek destruktif yang mungkin menyertai. Tapi sebelumnya, mari kita lihat fakta di lapangan untuk menuju solusi yang lebih praktis. Memperketat physical distancing dengan membubarkan kerumunan orang, mengharapkan semua orang tetap tinggal di rumah, hanya efektif di negara-negara represif atau yang tingkat kesadaran masyarakatnya sudah baik. Indonesia tak cukup meyakinkan bisa memberlakukan ini ketika perilaku egois banyak kalangan tak mendapat sanksi tegas. Pekerja harian, yang tak punya kapasitas dan perangkat untuk bekerja dari rumah, tidak gajian jika tidak produktif. Mau ditertibkan dengan pentungan ala pemerintah India memukuli warganya? Hanya keyakinan selevel agama yang bisa membuat orang menahan lapar. Kalau anak dipaksa tak makan, orangtua mana sanggup diam dan tak akan bertindak, apa pun yang menghadang di depannya. Ada yang namanya herd immunity (kekebalan kawanan) yakni suatu kondisi dengan sebagian besar populasi kebal terhadap virus yang mewabah, sehingga bisa menciptakan perlindungan bagi individu yang rentan.

Fahmi Firmansyah

Mahasiswa KPI Uin Sunan Gunung Djati Bandung

 

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024