Dakwahpos.com, Bandung- Salah seorang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) yang juga merupakan keturunan pendiri membagikan kisah sejarah panjang Masjid yang berlokasi di Cicalengka, Bandung. Masjid yang berdiri kokoh sejak tahun 1901 ini telah melalui berbagai dinamika pembangunan, termasuk pernah dibom pada masa revolusi, sehingga menjadikan sejarahnya penting untuk diketahui publik. Kisah tersebut menjelaskan bagaimana masjid ini menjadi pusat kegiatan Islam sekaligus tempat yang berperan penting di tengah gejolak konflik pada masanya.
Masjid yang kini menjadi pusat kegiatan keagamaan di wilayah Nagreg tersebut memiliki akar sejarah yang kuat. Dalam penuturannya, narasumber yang juga berdomisili dekat masjid menjelaskan bahwa bangunan pertama masjid telah berdiri sejak awal abad ke-20. Ia menerangkan bahwa masjid tersebut pertama kali dibangun pada tahun 1901 oleh leluhurnya yang bernama Kiai Haji Abdul Ghani. "Yang mendirikan masjid ini kebetulan masih leluhur saya," ujarnya sembari menyebut nama Kiai Haji Abdul Ghani sebagai tokoh yang merintis masjid tersebut bersama masyarakat sekitar.
Sejak didirikan, masjid ini mengalami berbagai perubahan signifikan. Renovasi besar dilakukan pada tahun 1931, kemudian pada tahun 1950 masjid kembali diperluas untuk menampung jumlah jamaah yang semakin meningkat. Narasumber juga menceritakan bahwa masjid pernah berada dalam situasi genting saat masa revolusi kemerdekaan. Ia menjelaskan secara tidak langsung bahwa masjid ini sempat menjadi sasaran konflik bersenjata. "Pernah dibom, dibom sama Belanda gitu, ya pada zaman-zaman revolusi dulu," kenangnya sambil menunjukkan arah kawasan Cicalengka yang kala itu menjadi salah satu titik pertempuran.
Perkembangan masjid terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 1992 masjid ini resmi menjadi sebuah yayasan dengan nama Yayasan Amal Pancasila. Pada tahun 2000 dilakukan pelebaran besar-besaran melalui wakaf masyarakat sehingga lingkungan masjid menjadi lebih luas dan tertata. Puncak dari proses pembangunan ini terjadi pada 9 Februari 2006 ketika masjid tersebut diresmikan oleh Bupati Bandung saat itu, Haji Obar, sebagai bentuk penghargaan atas perjalanan panjang masjid dalam melayani kebutuhan spiritual umat.
Dalam wawancara tersebut, narasumber juga menambahkan bahwa sebelum bangunan masjid yang megah seperti sekarang berdiri, di lokasi tersebut telah ada masjid kecil sejak tahun 1901. "Sebelum masjid ini, sudah ada masjid kecil. Dulu itu mungkin 1901 masjid itu masih kecil," terangnya, mengingat kembali bentuk awal masjid yang sederhana. Selain itu, lingkungan sekitar masjid turut menyimpan nilai sejarah lain, termasuk keberadaan rumah tokoh emansipasi perempuan Jawa Barat, Dewi Sartika, yang berada tidak jauh dari kawasan tersebut. Pada masa itu, masjid juga memiliki aula yang terletak di bawah menara yang digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat untuk berbagai kegiatan keagamaan.
Sejarah panjang Masjid Cicalengka menjadi bukti nyata peran penting institusi Islam dalam menemani perjalanan masyarakat sejak masa kolonial hingga era modern saat ini. Masjid tersebut tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga saksi hidup berbagai peristiwa sejarah serta pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat Nagreg dan Cicalengka hingga sekarang.
Reporter: Dewi Puji Astuti, KPI/3A
Masjid yang kini menjadi pusat kegiatan keagamaan di wilayah Nagreg tersebut memiliki akar sejarah yang kuat. Dalam penuturannya, narasumber yang juga berdomisili dekat masjid menjelaskan bahwa bangunan pertama masjid telah berdiri sejak awal abad ke-20. Ia menerangkan bahwa masjid tersebut pertama kali dibangun pada tahun 1901 oleh leluhurnya yang bernama Kiai Haji Abdul Ghani. "Yang mendirikan masjid ini kebetulan masih leluhur saya," ujarnya sembari menyebut nama Kiai Haji Abdul Ghani sebagai tokoh yang merintis masjid tersebut bersama masyarakat sekitar.
Sejak didirikan, masjid ini mengalami berbagai perubahan signifikan. Renovasi besar dilakukan pada tahun 1931, kemudian pada tahun 1950 masjid kembali diperluas untuk menampung jumlah jamaah yang semakin meningkat. Narasumber juga menceritakan bahwa masjid pernah berada dalam situasi genting saat masa revolusi kemerdekaan. Ia menjelaskan secara tidak langsung bahwa masjid ini sempat menjadi sasaran konflik bersenjata. "Pernah dibom, dibom sama Belanda gitu, ya pada zaman-zaman revolusi dulu," kenangnya sambil menunjukkan arah kawasan Cicalengka yang kala itu menjadi salah satu titik pertempuran.
Perkembangan masjid terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 1992 masjid ini resmi menjadi sebuah yayasan dengan nama Yayasan Amal Pancasila. Pada tahun 2000 dilakukan pelebaran besar-besaran melalui wakaf masyarakat sehingga lingkungan masjid menjadi lebih luas dan tertata. Puncak dari proses pembangunan ini terjadi pada 9 Februari 2006 ketika masjid tersebut diresmikan oleh Bupati Bandung saat itu, Haji Obar, sebagai bentuk penghargaan atas perjalanan panjang masjid dalam melayani kebutuhan spiritual umat.
Dalam wawancara tersebut, narasumber juga menambahkan bahwa sebelum bangunan masjid yang megah seperti sekarang berdiri, di lokasi tersebut telah ada masjid kecil sejak tahun 1901. "Sebelum masjid ini, sudah ada masjid kecil. Dulu itu mungkin 1901 masjid itu masih kecil," terangnya, mengingat kembali bentuk awal masjid yang sederhana. Selain itu, lingkungan sekitar masjid turut menyimpan nilai sejarah lain, termasuk keberadaan rumah tokoh emansipasi perempuan Jawa Barat, Dewi Sartika, yang berada tidak jauh dari kawasan tersebut. Pada masa itu, masjid juga memiliki aula yang terletak di bawah menara yang digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat untuk berbagai kegiatan keagamaan.
Sejarah panjang Masjid Cicalengka menjadi bukti nyata peran penting institusi Islam dalam menemani perjalanan masyarakat sejak masa kolonial hingga era modern saat ini. Masjid tersebut tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga saksi hidup berbagai peristiwa sejarah serta pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat Nagreg dan Cicalengka hingga sekarang.
Reporter: Dewi Puji Astuti, KPI/3A
Tidak ada komentar
Posting Komentar