"Mulutmu, Harimaumu" Kita seringkali mendengar istilah ini sedari kecil. Istilah ini merujuk pada lisan yang senantiasa harus dijaga agar tidak mengutarakan kata-kata yang dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri. Namun, meskipun seringkali mendengar istilah ini, pada praktiknya seringkali kita mengabaikan istilah ini, dan berbicara tanpa disaring sehingga seringkali menimbulkan permasalahan yang menjadi perbincangan karena ulah mulut kita sendiri.
Apalagi di era millennial seperti saat ini, kemudahan menggunakan akses informasi dan komunikasi membuat setiap orang bebas berkespresi dan berpendapat di media sosial dan jejaring sosialnya masing-masing. Pendapat masyarakat yang bebas ini terkadang dapat dengan mudah menggiring opini publik masyarakat kearah yang negative. Terkadang pendapat masyarakat awam yang seringkali mengomentari hal yang tidak dimengertinya dapat membawa pengaruh buruk terhadap masyarakat yang juga awam sehingga berujung pada hoax.
Banyak masyarakat di Indonesia yang berpendapat tanpa menggunakan pengetahuan yang mendalam. Hal ini dikarenakan minat baca di Indonesia yang rendah sedangkan masyarakat Indonesia sendiri aktif mengomentari suatu hal yang padahal tidak terlalu dia pahami. Istilah nyinyir terkadang cocok disematkan pada perkataan yang sering dilontarkan oleh orang Indonesia saat mengomentari suatu hal yang menurutnya dianggap tabu padahal fakta yang dia ketahui bukan merupakan fakta secara keseluruhan.
Ironisnya, terkadang pendapat atau perkataan yang tidak baik juga dilontarkan oleh publik figure yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Contohnya saja salah satu ungkapan MC dalam acara di televisi yang melontarkan kalimat rasis saat melakukan guyonan tentang masyakat korea, dia mengatakan "Kalau ketemu orang Korea, gue suruh melotot". Perkataanya lantas dikecam banyak pihak yang mengungkapkan juga seringkali mengutarakan perkataan satire saat berkampanye dengan menggunakan kalimat "Tampang Boyolali". "Politikus Genderuwo" atau "Politikus Sontoloyo" di depan publik padahal seharusnya komunikator yang baik dapat menunjukan moral, akhlak, dan karakter yang baik di depan komunikannya.
Oleh karena itu masyarakat Indonesia perlu menularkan minat baca dan melanggengkan literasi agar dapat berbicara sesuai dengan pengetahuan yang dimilkinya. Masyarakat juga harus membedakan mana tingkah publik figure yang dapat ditiru atau jangan ditiru. Masyarakat juga harus pintar berpendapat atau menulis di media sosial karenanya, literasi media sosial itu penting agar menjadi masyarakat yang bijak. Jangan sampai karena pengetahuan yang kurang, tetapi keinginan berpendapat yang dimilki besar menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Oleh : Ai Siti Rahayu/KPI 3A
Tidak ada komentar
Posting Komentar