Plagiarisme Bukan Identitas Indonesia

Oleh : Malikhatul Farida

Skandal pendidikan indonesia menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan belakangan ini. Pasalnya bukan hanya pelaku yang harus tercoreng sebagai calon penerus bangsa yang gagal namun tak lain adalah alasan kenapa negara indonesia harus disebutkan sebagai negara yang gagal dari segi pendidikan.

Identitas akademik  perguruan tinggi (PT) di tanah air menjadi topik aktif kecurangan setelah adanya kasus plagiarisme yang menyeruak dari Universitas Negeri Jakarta. Tak khayal kasus seperti ini menjadi sangat mendunia karena pelaku bukan hanya calon wisudawan namun melibatkan promotor pembimbing yang harusnya menelaah karya-karya akademik agar bebas dari kecurangan sengaja maupun tidak.

Namun, sepertinya kasus ini bisa sangat dikhawatirkan karena dari jumlah calon yang akan memimpin perjalanan negara sudah pandai dalam membuat kecurangan tak dapat diragukan jika mereka pun akan membuat kecurangan-kecurangan yang lain bahkan saat sudah memimpin alih negara.

Saat ini, kepercayaan masyarakat mungkin saja terganggu. Hingga pikiran jika satu Universitas Negeri sudah terlihat tidak inovatifnya bisa saja universitas lain untuk melakukan hal yang sama sekarang atau kemudian hari. Jika satu mahasiswa bisa melakkukannya dengan dukungan pihak pembimbing, maka mahasiswa lain juga bisa. Tak dapat dipungkiri jika selanjutnya 50% anak indonesia adalah sarjana luar negeri.

Terkait sekandal plagiarisme UNJ  Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Perguruan Tinggi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menemukan 400 lebih ijazah doktoral tingkat 3 adalah plagiasi. Sebanding dengan kasus koruptor yang sudah biasa masyarakat dengar. Maka apakah sistem pendidikannya yang salah dari indonesia.

Lebih disayangkan lagi, siklus masyarakat kita yang mengklaim bahwa hasil akhir yang menentukan kepintaran mungkin motif dari kecurangan. Hingga apapun harus dilakukan untuk mendapat pandangan baik masyarakat sekaligus keluarga dan hasilnya ialah produk manusia culas berstandar internasional.

Indonesia haruskah diam, tidak, justru indonesia jangan tinggal diam. Cabut jabatan promotor akademik  tiruan yang terbukti salah, evaluasi ulang untuk wisudawan yang tercoreng. Dengan begitu bangsa ini tidak akan malu, jika pelaku yang terbukti bersalah harus melalui sanksi hukum pidana.

Sungguh persaingan yang sangat teragis, jika dulu siapa yang paling pintar akan menjadi atasan, namun tidak mustahil jika siapa yang paling licik dialah yang menjadi bos besar negara yang malang ini. Indonesia akankah masih bisa bertahan dengan cara kotor? Kita bisa melihatnya beberapa tahun lagi.

Malikhatul Farida, Mahasiswi KPI UIN SGD Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023