BANDUNG — Khotbah Jumat yang disampaikan oleh Ustadz Nurul Fahmi di Masjid Jami An-Nur pada 12 September 2025 mengangkat tema yang mendalam, "Selamatkan Dirimu Sebelum Ajal." Dalam ceramahnya, beliau mengajak jemaah untuk merenungi jati diri manusia yang pada awalnya tak berarti, lalu dimuliakan oleh Allah, namun sering kali terjerumus dalam kesombongan dan kelalaian. Acara ini dihadiri oleh masyarakat setempat, pelajar, dan mahasiswa.
Dalam khotbahnya, Ustadz Nurul Fahmi mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang hina, kemudian dimuliakan dengan tiupan ruh dari Allah. Namun, manusia seringkali lupa akan asal-usulnya dan menjadi angkuh setelah diberi akal dan harta. Ustadz Fahmi menekankan bahwa orang yang celaka bukanlah orang miskin atau susah, melainkan mereka yang melupakan jati dirinya.
Ustadz Fahmi menyampaikan dengan tegas bahwa mereka yang hidup dalam kemewahan dan kelancaran rezeki, padahal tidak pernah salat, zakat, atau berhaji, sedang berada dalam
istidraj. "Mereka merasa sudah menipu Allah, padahal Allah sedang memainkan mereka dalam tipu daya istidraj," jelasnya. Ia menjelaskan bahwa istidraj adalah kelapangan yang justru menjerumuskan kepada azab, yaitu kondisi di mana Allah mengulur rezeki, kekuasaan, dan umur, hingga akhirnya orang tersebut diazab tanpa tersisa sedikit pun. Ini adalah laknat berbalut rahmat.
Sebaliknya, Ustadz Fahmi menjelaskan bahwa musibah, penyakit, atau kesulitan yang menimpa seorang hamba adalah tanda kasih sayang Allah. "Dibalik sakit itu ada ampunan," katanya. Ia menambahkan bahwa sakit, kesulitan, bahkan duri yang menusuk kaki dapat menjadi sarana bagi Allah untuk menghapus dosa atau mengangkat derajat hamba-Nya.
"Bila tidak ada teguran sama sekali, sesungguhnya murka Allah di depan mata," ujar Ustadz Nurul Fahmi. Ia menutup khotbahnya dengan pesan bahwa kerikil kecil atau terpeleset karena kulit pisang adalah peringatan dari Allah agar kita waspada terhadap lubang besar di depan mata. Dengan demikian, musibah adalah cara Allah mengajarkan kita untuk waspada, sebuah bukti bahwa Allah masih bersama kita.
Khotbah ini ditutup dengan doa dan istighfar, memohon ampunan untuk diri sendiri, jemaah, dan seluruh kaum Muslimin. Khotbah ini menjadi pengingat bagi para jemaah untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan bersyukur, serta tidak terlena oleh nikmat dunia yang bisa jadi merupakan istidraj dari Allah SWT.(Nur Adiansyah/KPI II B)
Dalam khotbahnya, Ustadz Nurul Fahmi mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang hina, kemudian dimuliakan dengan tiupan ruh dari Allah. Namun, manusia seringkali lupa akan asal-usulnya dan menjadi angkuh setelah diberi akal dan harta. Ustadz Fahmi menekankan bahwa orang yang celaka bukanlah orang miskin atau susah, melainkan mereka yang melupakan jati dirinya.
Ustadz Fahmi menyampaikan dengan tegas bahwa mereka yang hidup dalam kemewahan dan kelancaran rezeki, padahal tidak pernah salat, zakat, atau berhaji, sedang berada dalam
istidraj. "Mereka merasa sudah menipu Allah, padahal Allah sedang memainkan mereka dalam tipu daya istidraj," jelasnya. Ia menjelaskan bahwa istidraj adalah kelapangan yang justru menjerumuskan kepada azab, yaitu kondisi di mana Allah mengulur rezeki, kekuasaan, dan umur, hingga akhirnya orang tersebut diazab tanpa tersisa sedikit pun. Ini adalah laknat berbalut rahmat.
Sebaliknya, Ustadz Fahmi menjelaskan bahwa musibah, penyakit, atau kesulitan yang menimpa seorang hamba adalah tanda kasih sayang Allah. "Dibalik sakit itu ada ampunan," katanya. Ia menambahkan bahwa sakit, kesulitan, bahkan duri yang menusuk kaki dapat menjadi sarana bagi Allah untuk menghapus dosa atau mengangkat derajat hamba-Nya.
"Bila tidak ada teguran sama sekali, sesungguhnya murka Allah di depan mata," ujar Ustadz Nurul Fahmi. Ia menutup khotbahnya dengan pesan bahwa kerikil kecil atau terpeleset karena kulit pisang adalah peringatan dari Allah agar kita waspada terhadap lubang besar di depan mata. Dengan demikian, musibah adalah cara Allah mengajarkan kita untuk waspada, sebuah bukti bahwa Allah masih bersama kita.
Khotbah ini ditutup dengan doa dan istighfar, memohon ampunan untuk diri sendiri, jemaah, dan seluruh kaum Muslimin. Khotbah ini menjadi pengingat bagi para jemaah untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan bersyukur, serta tidak terlena oleh nikmat dunia yang bisa jadi merupakan istidraj dari Allah SWT.(Nur Adiansyah/KPI II B)
Tidak ada komentar
Posting Komentar