Jangan Sepelekan Hari Jumat, K.H. Rachmat Syafe'i Ingatkan Pentingnya Menjaga Kewajiban Salat Jum'at

Dakwahpos.com, Bandung- Ketua Umum MUI Jawa Barat, Prof. Dr. K.H. Rachmat Syafe'i Lc. M.A., yang yang biasanya disebut "Pangersa Bapak" oleh para santrinya, menggelar kajian rutin ba'da Subuh di Masjid Al-Wafa. Pada kesempatan kali ini, Pangersa Bapak membahas salah satu kitab fiqh madzhab Imam Syafi'i yang sangat dikenal di kalangan santri, yakni Fathul Mu'in.

Dalam kajiannya, beliau membahas hukum-hukum syar'i terkait perjalanan pada hari Jum'at bagi mereka yang wajib melaksanakan shalat Jum'at yaitu laki-laki yang sudah baligh, berakal, dan tidak memiliki udzur syar'i untuk meninggalkan shalat Jum'at serta menggantinya dengan shalat Dzuhur.

Dalam kitab Fathul Mu'in, dijelaskan bahwa laki-laki yang wajib melaksanakan shalat Jum'at haram hukumnya melakukan perjalanan setelah waktu Subuh jika diperkirakan perjalanan tersebut akan menghalangi dirinya untuk melaksanakan shalat Jum'at, meskipun perjalanannya bukan untuk tujuan maksiat. Hal ini karena tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk penghindaran dari kewajiban shalat Jum'at. Kecuali, jika ia memperkirakan dapat melaksanakan shalat Jum'at di perjalanan atau di tempat tujuannya.

Adapun jika perjalanan tersebut untuk tujuan maksiat, maka tidak ada pengecualian meskipun ada kemungkinan dapat melaksanakan shalat di perjalanan. Karena pergi bermaksiat di hari jum'at secara mutlak itu adalah sebuah kemaksiatan. "Bahkan bukan hanya di hari jum'at saja. Tidak ada rukhsoh untuk mengqashar atau menjamak shalat bagi orang tersebut. Contohnya adalah pergi untuk melakukan pembunuhan, pencurian, dll. "Karena kaidah rukhshah (izin syara') itu bertujuan untuk meringankan kewajiban dan tidak berlaku dalam hal maksiat," ungkapnya.

Pangersa Bapak juga menjelaskan bahwa apabila perjalanan tersebut dilakukan karena ada potensi mudharat jika tidak melakukannya, maka tidak masalah. Contohnya, jamaah haji yang berangkat pada hari Jumat dan khawatir tertinggal pesawat atau rombongan yang bisa berdampak buruk bagi kelompoknya. Dalam situasi ini, menjaga kebersamaan dan menghindari mudarat bagi orang lain lebih diutamakan. "Islam sangat menghargai kebersamaan dalam jamaah, karena menimbulkan mudharat kepada orang lain dilarang, sementara sunnah hanyalah sunnah. Oleh karena itu, secara fiqh, tindakan yang dapat menimbulkan mudharat menjadi haram," ungkapnya.

Beliau menegaskan bahwa hukum haramnya melakukan perjalanan pada hari Jum'at berlaku jika tidak ada potensi mudarat. Namun, jika terdapat potensi mudarat bagi orang lain, maka perjalanan tersebut tidak diharamkan. "Jadi berhati-hatilah melakukan perjalanan pada hari Jum'at, jangan sampai kewajiban shalat Jum'at terabaikan," tutupnya. Kamis (19/9/2024)

Reporter : Rendi Priatna (KPI 3C)

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024