Keputusan untuk menaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menuai pro-kontra dikalangan masyarakat, ketidak mampuan untuk membayar dan pelayanan yang kurang optimal menjadi dalil utama bagi yang kontra untuk menolak kenaikan iuran BPJS ini. Apalagi berita yang beredar mengatakan bahwa iuran BPJS akan naik hingga 100% pada semua kelas.
Kenaikan iuran ini diusulkan oleh Kementrian Keuangan Sri Mulyani setelah menyuntikan tambahan dana kepada BPJS. Karena menurutnya yang menjadi alasan dari kenaikan ini adalah defisit yang terus membengkak tiap tahunnya meski sudah disuntik tambahan dana dari pemerintah, ditahun 2014 defisitnya mencapai Rp. 1,9 triliun yang sampai 2019 menjadi Rp. 19,4 triliun dan bahkan diperkirakan akan terus naik hingga tahun berikutnya.
Tapi menilik dari solusi yang dikemukakan oleh Kemenkeu Sri Mulyani dengan menaikan iurannya itu pemerintah seakan sepenuhnya menyalahkan masyarakat atas defisitnya BPJS. Dengan alasan karena masyarakat yang sebagai peserta BPJS tidak disiplin dalam membayar iurannya, bahkan menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu harusnya lebih tinggi 300%.
Jelas solusi ini sangat memberatkan masyarakat, karena yang masyarakat keluhkan bukan hanya kenaikan iuran tapi pelayananpun kurang optimal. Harusnya yang pertama pemerintah membenahi dulu system didalam BPJS itu sendiri, perbaiki pelayanan, dan tindak tegas penyalahgunaan Dana BPJS dilingkungan pemerintah, yang dengan begitu masyarakat akan lebih menaruh kepercayaan kepada BPJS sebagai asuransi penjamin kesehatanya.
Setelah masyarakat merasakan perubahan yang baik dari pelayanan BPJS, pasti masyarakat akan lebih bisa giat dalam membayar iurannya. Wallahu'alam.
Oleh Farhan Jamiluddin
Mahasiswa Jurusan KPI
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan