Oleh : Suci Arumaisa Murni
Akhir ini sedang marak di perbincangkan bahwa Kementrian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemristekdikti) telah memberhentikan oprasional 25 perguruan tinggi swasta di seluruh Indonesia karena sudah tidak memenuhi ketentuan pendirian perguruan tinggi.
Lantas, apa penyebabnya? Menurut Menristekdikti Mohamad Nasir, penutupan itu berdasarkan beberapa faktor, seperti tidak bisa mengelola perguruan tinggi dengan baik, sudah tidak ada mahasiswa dan terdapat kecurangan-kecurangan saat pelaksanaan operasional kampus.
Tentunya hal ini sangat berbanding terbalik dengan tujuan perguruan tinggi yang sesungguhnya. Pertama, mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Kedua, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengoptimalkan penggunaanya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkarya kebudayaan nasional. Hal ini terdapat pada UU 2 Tahun 1989, Pasal 16, Ayat (1) ; PP 30 Tahun 1990, Pasal 2, Ayat (1).
Apakah kementrian langsung memberhentikan oprasi perguruan tinggi tersebut? Tentu tidak. Sebelumnya, kementrian memberikan teguran kepada perguruan tinggi yang bermasalah dan menyarankan perbaikan kinerja. Jika perguruan tinngi yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan seperti yang di rekomendasikan maka pemerintah terpaksa menutupnya.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia . Perguruan tinggi jangan sampai meluluskan lulusan abal-abal. Akan tetapi harus meluluskan lulusan yang terbaik dan menghasilkan sumber daya manusia kompeten yang mampu bersaing di pasar global.
Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan yakni dengan mendorong penggabungan kampus-kampus yang masih dalam satu yayasan. Berdasarkan catatan dari Kemenristekdikti, sekitar 500 kampus yang akan melakukan marger. Bahkan pemerintah mengatakan akan memfasilitasi jika mereka sendiri yang melakukan marger.
Suci Arumaisa Murni, Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan