Menggali Paradoks Organisasi Kampus, Menyingkap Akar Apatis Mahasiswa


Saat ini, kita tengah berhadapan dengan paradoks menarik di dunia pendidikan tinggi semakin banyak mahasiswa yang merasa enggan terlibat dalam kegiatan organisasi kampus menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kesesuaian sistem organisasi dengan dinamika zaman yang terus berubah.

Organisasi kampus yang seharusnya menjadi panggung bagi aspirasi, inovasi, dan kolaborasi kini tampak semakin terpinggirkan. Mahasiswa sebagai agen perubahan masa depan seharusnya menjadi pendorong utama transformasi melalui keterlibatan aktif dalam kegiatan organisasi. Namun, realitasnya menunjukkan sebaliknya.

Ketidaksesuaian antara tuntutan zaman dengan struktur organisasi kampus yang kaku dan konservatif menjadi salah satu akar masalah utama. Pola pikir yang terpatri dalam sistem organisasi kurang mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman yang mengutamakan fleksibilitas dan adaptabilitas. Inilah yang menyebabkan mahasiswa merasa tidak terdorong untuk terlibat, karena mereka tidak melihat relevansi atau nilai tambah yang signifikan dari keterlibatan dalam organisasi kampus.

Selain itu, apatis mahasiswa juga mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap peran organisasi sebagai wahana pembelajaran dan pengembangan diri. Mahasiswa cenderung lebih memilih untuk fokus pada pencarian ilmu secara mandiri, tanpa menganggap keterlibatan dalam organisasi sebagai bagian integral dari pengalaman pendidikan mereka.

Kritik terhadap sistem organisasi kampus perlu dilakukan secara mendalam dan konstruktif. Perubahan yang substansial dalam struktur dan pola pikir organisasi perlu dilakukan agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan harapan mahasiswa masa kini. Ini bukan hanya tentang mengubah tata kelola organisasi, tetapi juga tentang mengubah paradigma dan budaya yang mengelilinginya.

Melalui refleksi kritis terhadap sistem organisasi kampus, diharapkan akan muncul dorongan untuk melakukan transformasi yang lebih luas dan menyeluruh. Mahasiswa perlu diberdayakan untuk menjadi agen perubahan yang aktif, bukan hanya sebagai penonton yang pasif dalam perkembangan pendidikan tinggi. Hanya dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif, dinamis, dan relevan dengan tuntutan zaman.
 

Penulis: Muhamad Aswin Fahrul Fauzi - Mahasiswa UIN SGD Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023