Oleh : Najma Asyifa Fauziah
Pelanggaran adalah bentuk kegagalan dalam mengendalikan diri, entah karena memang suka melanggar atau ikut-ikutan tapi yang pasti bukan karena lalai tetapi karena mereka tidak paham atau tidak peduli akan keselamatan. Kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, kerap kali melakukan berbagai trik atau cara untuk menghindari petugas, jika berhasil mereka sangat puas dan dengan bangganya bercerita pada teman atau keluarganya. Begitulah realita yang terjadi berulang kali hingga menjadi karakter bangsa ini, merusak kepribadian yang santun terutama dalam hal berlalu lintas. Jika melihat pelanggaran yang terjadi setiap hari nya saya pikir tidak benar-benar mengerti bahwa menjadi panutan untuk mematuhi aturan lalu lintas butuh komitmen yang tinggi.
Sebagai warga negara, kita punya hak yang sama di manapun berada termasuk di jalan raya. Hak tersebut dapat berupa hak memakai jalan raya, hak merasa aman di jalan raya, dan hak merasa nyaman di jalan raya. Keamanan yang berkaitan dengan lalu lintas adalah keamanan terhadap manusia, kendaraan, jalan maupun lingkungan. Terkadang perjalanan kita dihambat atau diberhentikan apabila ada iringan-iringan yang dikawal oleh voorijder dengan plat hitam tersebut akan melintas, bahkan dalam keadaan macet pun terkadang para iringan ini masih memaksa untuk mendapatkan jalan dan melaju dengan kecepatan tinggi. Terlihat bahwa adanya sikap arogansi dari iring-iringan tersebut yang juga akan mengancam nyawa pengendara lain. Kemudian dengan melihat sikap voorijder dan kendaraan yang diiringinya, kita sebagai warga apakah masih mempunyai hak untuk menggunakan jalan raya?.
Dalam Pasal 134 diatur bahwa pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan, dan urutan terakhir yaitu Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Oleh karena nya yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk penanganan bencana alam. Apabila kita melihat peraturan perundang-undangan tersebut beserta penjelasannya maka iring-iringan untuk mobil plat hitam atau club-club mobil atau motor tidak diperbolehkan menggunakan voorijder, meskipun dalam poin terakhir pasal 134 disebutkan 'konvoi' tetapi jelas konvoi mobil atau motor plat hitam tersebut tidak masuk dalam kategori kepentingan tertentu.
Maka jelas sudah diatur kendaraan apa saja yang mendapat prioritas di jalan raya, sehingga substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Dan terakhir Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.
Sebagai warga negara, kita punya hak yang sama di manapun berada termasuk di jalan raya. Hak tersebut dapat berupa hak memakai jalan raya, hak merasa aman di jalan raya, dan hak merasa nyaman di jalan raya. Keamanan yang berkaitan dengan lalu lintas adalah keamanan terhadap manusia, kendaraan, jalan maupun lingkungan. Terkadang perjalanan kita dihambat atau diberhentikan apabila ada iringan-iringan yang dikawal oleh voorijder dengan plat hitam tersebut akan melintas, bahkan dalam keadaan macet pun terkadang para iringan ini masih memaksa untuk mendapatkan jalan dan melaju dengan kecepatan tinggi. Terlihat bahwa adanya sikap arogansi dari iring-iringan tersebut yang juga akan mengancam nyawa pengendara lain. Kemudian dengan melihat sikap voorijder dan kendaraan yang diiringinya, kita sebagai warga apakah masih mempunyai hak untuk menggunakan jalan raya?.
Dalam Pasal 134 diatur bahwa pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan, dan urutan terakhir yaitu Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Oleh karena nya yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk penanganan bencana alam. Apabila kita melihat peraturan perundang-undangan tersebut beserta penjelasannya maka iring-iringan untuk mobil plat hitam atau club-club mobil atau motor tidak diperbolehkan menggunakan voorijder, meskipun dalam poin terakhir pasal 134 disebutkan 'konvoi' tetapi jelas konvoi mobil atau motor plat hitam tersebut tidak masuk dalam kategori kepentingan tertentu.
Maka jelas sudah diatur kendaraan apa saja yang mendapat prioritas di jalan raya, sehingga substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Dan terakhir Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.
penulis, Mahasiswi KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Identitas Penulis
Nama : Najma Asyifa Fauziah
Status : Mhasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati
Alamat : Bandung, Jawa Barat
No. telp : 088210501824
Email : nazmaasy@gmail.com
Nama : Najma Asyifa Fauziah
Status : Mhasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati
Alamat : Bandung, Jawa Barat
No. telp : 088210501824
Email : nazmaasy@gmail.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan