Nalar Keislaman


Judul Resensi: Nalar Kemanusiaan 

Data Buku:
Judul Buku : Dari Membela Tuhan Ke Membela Manusia Kritik  Atas Nalar Agamaisasi Kekerasan
Penulis : Dr. Aksin Wijaya
Penerbit : Mizan Media Utama (MMU)
Cetakan/ Tahun Terbit: I/ 2018
Tebal Buku : XXIV + 257 Halaman
ISBN : 978-602-441-067-4

Diera digital seperti sekarang ini, masyarakat mendapat suguhan beragam berita, baik berita yang berkaitan dengan ekonomi, politik, moral, budaya, maupun berita  kekerasan , baik kekerasan wacana seperti memberi label kafir, bid'ah, sesat, dan penista agama kepada pihak lain maupun kekerasan fisik seperti pembakaran tempat ibadah, pemukulan, dan pembunuhan.

Sasaran kekerasan yang mengatasnamakan agama dan Tuhan pun melibatkan orang-orang non Muslim atau orang-orang Barat dan orang-orang Islam sendiri yang berbeda keyakinan, aliran, pemikiran, pilihan politik, ideologi, atau  kewarganegaraan. Mengapa mereka begitu yakin dan merasa absah melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan tanpa merasa salah sedikitpun.

Ada yang berpendapat, mereka melegitimasi tindakan kekerasannya itu dengan mengambil contoh peristiwa peperangan yang dilakukakn oleh Nabi Muhammad dan umat Islam melawan kaum Yahudi di Madinah, dan melawan orang-orang kair Makkah pada peristiwa pembebasan Makkah. 

Cara menalar Islam

Menurut  pengarang, mereka meyakini dan merasa absah melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan lebih disebabkan oleh cara mereka "menalar Islam" dan nalar keislaman yang mengideologi". Jika " cara menalar Islam" itu sendiri membantu mereka memahami Islam dengan dengan benar, "nalar keislaman yang mengideologi". Membuat mereka meyakini sebagai satu-satunya cara dalam memeahami Islam yang paling benar. 

Sebab, nalar keislaman yang mengideologi pada esensinya memandang sebuah pemikiran sudah "jadi", tanpa memperhatikan adanya "proses menjadi". Pemikiran yang sudah jadi itu berarti sudah final dan tidak ada lagi sesudahnya. Karena itu, tidak ada lagi sesudah ideologi kapitalisme, tidak ada lagi sesudah komunisme, tidak ada lagi sesudah Sunni, tidak ada lagi sesudah Syi'ah, tidak ada lagi sesudah wahhabi, tidak ada lagi sesudah Islamisme, dan begitu seterusnya.

Sejalan dengan deskripsi dan hipotesis diatas, tulisan ini bermaksud menyingkap alasan mengapa kelompok-kelompok gerakan Islam tertentu merasa yakin dan absah melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan.

Sebagai turunannya, buku ini membahas beberapa sub: Pertama, menyingkap nalar keislaman tokoh gerakan Islam yang menampilkn wajah kaku, intoleran, dan keras, sembari merasa absah, yakin dan bangga melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan. Ada dua gerakan Islam yang masuk kategori ini: gerakan Islam Khawarij, wahhabi dan Islamisme.

Kedua, sebagai perbandingan, juga akan disingkap nalar keislaman tokoh gerakan Islam yang menampilkan wajah plural, toleran dan damai yang berusaha melepaskan pelibatan agama dan Tuhan dalam tindakan kekerasan dan tarikan ideologi politik yakni gerakan Islam pluralis.

Ketiga, menganalisis secara kritis status nilai nalar keislaman tokoh-tokoh yang menampilkan wajah kaku, intoleran dan keras yang acap mengatasnamakan agama dan Tuhan. Apakah mereka benar-benar mewakili agama dan Tuhan dalam melakukan kekerasan, ataukah mereka membajak otoritas agama dan Tuhan untuk menjustifikasi ideologi kekerasannya?.

Keempat, memberikan penilaian terhadap nalar keislaman mereka. Apakah wajahnya yang keras itu mencerminkan wajah Islam, ataukah wajah nalar dan ideologi mereka yang keras yang mengubah Islam menjadi berwajah  keras? Kelima, menawarkan bagaimana sejatinya hidup rukun dan tanpa kekerasan dalam kehidupan beragama dan bernegara di Indonesia.

Sejalan dengan fokus bahasan, tulisan dalam buku ini memanfaatkan teori kritik nalar yang ditawarkan oleh Muhammad 'Abid al-Jabiri ketika membahas formasi kritik nalar Arab. Al-Jabiri membagi pemikiran sebagai nalar (metode/alat), kedua pemikiran sebagai produk (hasil).

Di sisi lain, tema kajian tulisan ini berkaitan dengan tradisi kita, yakni tradisi Islam, baik tradisi Islam klasik maupun modern dan kontemporen yang tentu saja memengaruhi kehidupan nalar kita karena kita merupakan bagian dari tradisi itu sendiri. Keberagaman kita merupakan bagian dari keberagaman para pendahulu kita yang ditransformasikan melalui aliran, madzhab, lembaga,organisasikeagamaan dan karya tulis. 

Karena itu, akan digunakan pendekatan yang mampu meminimalkan subjektivitas dalam relasi keduanya. Antara kita (saya) sebagai bagian dari tradisi yang tentu saja diselimuti oleh hubungan emosional, dan saya sebagai peneliti yang sejatinya menjaga jarak dengan objek penelitian. Untuk tujuan itu, akan diguakan tiga pendekatan yang juga ditawarkan al-Jabiri, yakni sejarah, kritik ideologis, dan strukturalisme.\

Pendekatan sejarah dimaksudkan untuk menghubungkan pemikiran seseorang atau aliran keagamaan yang sedang dikaji dengan lingkungan sosial, budaya, dan politik, yang melingkupinya. 

Buku ini menelusuri geneologi konflik keagamaan dengan tipologi yang memudahkan kita memahami problem kekerasan atas nama agama dan Tuhan dalam babakan sejarah Islam yang panjang. Karena itu, buku ini perlu dibaca  dan layak diperbincangkan secara luas di pasar raya intelektual Indonesia.

Sejalan dengan deskripsi dan hipotesis diatas, buku ini bermaksud menyingkap alasan mengapa kelompok-kelompok gerakan  Islam tertentu merasa yakin dan absah melakukan kekrasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan.

Iklima Sulaimah/ KPI 3 B

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024