Rayakan Perbedaan Nikmati Keberagaman

Oleh : Fitriyani Maryani
 
Keberagaman merupakan suatu yang niscaya, keberadannya bukan untuk dipertentangkan, akan tetapi disikapi secara arif. Kerena perbedaan adalah modal besar menuju perubahan. Bangsa Indonesia adalah bukti dari keberagaman tersebut. Penyatuan akan segala keberagaman tersebut pada akhirnya membawa bangsa ini pada satu titik tujuan bersama, kemerdekaan.

Dalam dunia sepak bola, hal demikian bukan suatu yang asing untuk kita jumpai. Sebuah tim besar tidak mungkin dihuni oleh para pemain satu rumpun, satu warna kulit atau mungkin satu keyakinan. Sebut saja Tim Nasional Indonesia, finalis Piala AFF tahun ini. Yang dihuni pemain dari semua penjuru Nusantara.
Di Indonesia, para pemain begitu beragam. Kulit hitam dan kulit putih bukan menjadi persoalan. Kekompakan antar pemain mengantarkan tim merah putih ini mampu mengantarkan Boaz Solossa dkk kebabak final sebagai penantang Tim Gajah Putih Thailand. Meskipun, Indonesia menjadi salah satu negara underdog untuk merebut tahta yang digelar dua tahunan tersebut, namun tak membuat tim Garuda ketar-ketir untuk bersaing dengan negara-negara se-Asia tenggara.

Kekompakan antar punggawa menutupi perbedaan yang ada. Kita tak habis pikir jika perbedaan kulit, ras, suku, bahkan agama menjadi persoalan pada sebuah tim sepak bola. Mungkin sang arsitek lapangan Alfred Riedl yang non-muslim tidak akan memanjakan Zulham Zamrun dan Rizky Pora yang beragam Islam. Tapi, Riedl tak pernah membedakan perlakuan pada para punggawa timnas Garuda, baik itu Boaz Solossa yang berkulit hitam atau Ferdinand Sinaga yang berkulit sawo matang. Keduanya akan selalu dimanjakan dengan racikan strategi jitu dari sang arsitek lapangan demi kemenangan tim.

Bahkan, perbedaan agama tidak menjadi penghalang mereka untuk selalu menyajikan permainan indah. Semuanya selalu mengutamakan kepentingan tim dari pada persoalan keyakinan yang melekat pada mereka. Alhasil, tim merah putih berhasil menembus partai final meski hanya sebagai runner up.

Dari contoh di atas kita bisa belajar bagaimana sebuah perbedaan bisa berjalan beriringan. Penulis rasa bukan suatu yang berlebihan, jika kita belajar pada kejadian sederhana pada sepak bola tersebut. Artinya, berkaca pada sepak bola tersebut kita akan menjadi bangsa yang saling menghargai satu sama lain. Tanpa perlu mempedulikan dari mana asalnya, apa warna kulitnya dan apa agamanya. Kebersamaan jauh lebih penting daripada persoalan ego, baik pribadi maupun kelompok. Sesuai dengan semboyan agung bangsa ini, bhineka tunggal ika.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk bukan atas ego kelompok tertentu. Akan tetapi, NKRI lahir karena paraFounding Fatherskita dulu berada dalam satu kepentingan yang sama. Bahwa segala bentuk penjajahan dan penindasan harus dimusnahkan dari muka bumi ini.

Artinya, tidak penting menempatkan kepentingan pribadi atau kelompok dalam kehidupan ini. Kepentingan bersama jauh lebih penting dijadikan tujuan demi terciptanya sebuah kerukunanan antar warga Negara, tanpa terkecuali. Menjaga keutuhan NKRI, salah satunya adalah dengan menjaga kerukunan antar umat beragama. Bagaimana pun, hal itu sudah menjadi amanah yang tertuang dalam UUD 45, sebagaimana disepakti bersama.

Oleh karenanya, semua elemen di bangsa ini sudah seharusnya bahu membahu satu sama lain. Apapun warna kulitnya, dari mana pun asal daerahnya, apapun kelompoknya, bahkan apapun agamanya itu hanya bagian kecil yang tidak akan berarti apa-apa. Tapi, jika perbedaan itu kita satukan, maka akan menjadi kekuatan besar bangsa ini. Dan faktanya, bangsa ini dilahirkan dari penyatuan perbedaan yang ada.Dengan demikian, keutuhan NKRI bukan menjadi tanggung jawab suku atau agama tertentu. Tetapi, menjaga keutuhan NKRI adalah tugas semua warga Negara Indonesia, tanpa ada pengecualian.

Penulis, Mahasiswa KPI UIN Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023