Arogansi Jalanan di Indonesia Semakin Jadi

Oleh: Maysha Nurhalina

Baru-baru ini masyarakat disuguhi banyak berita tentang arogansi dijalan raya dari berbagai kalangan. Kita mengetahui bahwa arogansi di jalan raya sangat membahayakan pengguna jalan, tidak hanya yang ada di kendaraan motor tetapi juga pejalan kaki, berbagai macam berita kecelakaan terjadi diakibatkan oleh satu ataupun banyak orang egois yang merasa dirinya spesial sehingga bisa menggunakan jalan secara semena-mena menganggap jalan milik nenek moyangnya. Ditambah dengan masalah internal dalam diri pengendara seperti latar belakang masalah, penyakit, penat, ngantuk maupun ego pengendara itu sendiri. Pengguna jalan yang tidak mempunyai latar belakang seperti itupun berpotensi untuk arogan dijalan raya bisa jadi disebabkan karena terpancing oleh pengendara arogan di waktu yang sama.

Banyak kecelakaan pun terjadi akibat pengendara yang semena-mena dijalan, ini tentu membuat efek negatif yang sangat signifikan. Salah satunya ada kasus Tentara yang mengacungkan pistol ke penggun jalan lain di Tol Jagorawi, kejadian ini diduga berlangsung pada Minggu, 18 September 2022, sekitar pukul 14.42 WIB. Berita ini viral oleh salah satu pengguna media sosial yang ada di TKP dan merekam lalu menguploadnya ke social media.

Kejadian ini di mulai oleh anggota TNI aktif berinisial Kapten RS yang menaiki mobil Toyota Fortuner yang mencoba berkali-kali menyalip sebuah Toyota Avanza. Mulanya gagal unuk menyalip dari kanan, si Kapten RS maju lewat kiri agar mobilnya sejajar dengan Toyota Avanza tersebut. Tampak di video yang viral, sopir Toyota Fortuner membuka jendela mengeluarkan tangannya yang ternyata menggenggam pistol yang di acung-acungkan kep Toyota Avanza di samping kirinya. Dalam kasus ini, Toyota Fortuner itu berpelat merah alias mobil dinas pemerintah yang memang harusnya diperuntukan untuk kepentingan negara dan tidak melakukan hal semena-mena sepeerti itu. Pusat Polisi Militer pun telah memastikan bahwa pelaku adalah anggota TNI aktif alias Kapten RS. Saat ini ia sedang bertugas di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan mobil yang dibawa adalah milik Kemenham.

Kebiasaan seperti ini apalagi untuk kendaraan konvoi pemerintah dan aparat hukum sering menjadi bahan perdebatan netizen karena sering diistimewakan dijalan dan melakukan hal-hal tak terduga yang membahayakan. Merujuk pada UU no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 134, ada tujuh kelompok yang berhak dapat perlakuan istimewa di jalan. Pertama, kendaraan pemadam kebakaran yang bertugas. Kedua ambulans yang mengangkut orang sakit. Tiga, kendaraan yang menolong kecelakaan lalu lintas. Empat, kendaraan pimpinan lembaga negara. Kelima, kendaraan tamu negara. Keenam, iring-iringan kendaraan pengantar jenazah. Ketujuh, dan ini yang kerap dipakai sebagai justifikasi pengawalan konvoi, adalah rombongan kendaraan untuk kepentingan tertentu yang mendapat izin polisi. Kasus yang bisa dibilang penyalahgunaan kekuasaan ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali di Indonesia, beberapa kali pejabat atau orang yang terkait dengan pejabat institusi negara melakukan hal semacam ini.

Menurut Yusar (Sosiolog, Universitas Padjajaran) "Bagaimana pun harus diakui sampai sekarang instansi negara memiliki power lebih ketimbang orang-orang di luar itu. Nilai [otoriter] terus ditransmisikan dari generasi ke generasi,kata Yusar."Walaupun sekarang ada reformasi [TNI], ada profesionalitas, tapi tetap saja secara fenomenologis nilai-nilai kekuasaan itu masih terus diwariskan." Dalam kasus prajurit TNI, kita perlu ingat bahwa di Indonesia, militer sempat begitu berkuasa selama lebih dari tiga dekade lamanya sepanjang era Orde Baru, tanpa ada kendali dari elemen sipil. Tapi, karena jenis mobil ini tersandung kasus arogansi di jalan raya, mungkinkah ada kaitan antara mobil Fortuner terhadap para pengemudinya yang makin lama makin mantap dicap netizen arogan.?

Hukum telah ditetapkan, aturan sudah di sebarkan tetapi mengapa arogan di jalan tidak bisa dihilangkan, apakah hukum yang lemah? Atau dari masyarakat itu sendiri yang belum membentuk budaya yang benar? Keduanya saling melengkapi untuk saat ini, apalagi jika pelanggar mendapat perlakuan khusus dari penegak hukum dengan dalih mempunyai orang dalam sehingga dalam beberapa kasus hanya berakhir damai secara kekeluargaan, pelanggar makin berani untuk tidak mematuhi aturan, budaya dimasyarakat pun belum terbentuknya malu atas perbuatan yang dibuat terkecuali apa yang dilakukannya terekspos di media sosial dan menjadi viral. Pengguna jalan dan instansi seharusnya memliki satu tujuan bersama yaitu keselamatan diatas segalanya, tak lupa dengan kewajiban peningkatan ketegasan aparat hukum.

Maysha Nurhalina
Mahasiswi Jurusan KPI UIN SGD Bandung
0881023140766
Philosopher Village no.7, Bandung Barat

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023