Suporter bola, yes or no?

                                                       Oleh: Siti Zulfania

Peristiwa naas yang menimpa Haringga Sirla 23 September 2018 silam telah menorehkan luka mendalam tak hanya bagi keluarga, sahabat serta rekan-rekan terdekat, namun juga bagi pecinta sepak bola tanah air. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Tentu hal tersebut tak lepas dari satu hal yang sangat lekat dalam kehidupan kita sehari-hari, fanatisme. Fanatisme yang berlebihan lah yang membuat pemuda berumur 23 tahun tersebut harus meregang nyawa.

Tim sepakbola jika tidak diiringi suporter, bagai sayur tanpa garam, hambar rasanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor kemajuan suatu tim liga sepakbola tanah air adalah tak lepas dari kekompakan dan dukungan suporter setia. Datang ke stadion, membeli tiket, meramaikan dan mengikuti euforia jalannya liga dengan tertib? Tentu tidak jadi masalah. Namun sayangnya, fans fanatik yang hobi merusak fasilitas stadion, bertindak anarkis hanya demi menonton tim kesayangannya, bahkan sampai mengutuk tim lawan lah yang banyak terekam oleh masyarakat. Adu jotos pun tak tertahankan. Darah orang-orang tak bersalah bersimbah dimana-mana. Sanksi rasanya sudah tak mempan diajukan lagi karena kejadian ini terus berulang tiap tahunnya. Alangkah lebih baiknya jika pemerintah mulai meniadakan liga lokal dan fokus kepada Timnas Garuda yang siap untuk mempersatukan para pecinta sepakbola dalam mendukung tim. Rasisme terhadap pemain luar pulau pun bisa terhindarkan. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Penulis, Mahasiswi KPI UIN Bandung

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024