Peserta BPJS, Rumah Sakit, dan Perusahaan Tidak Curang

Oleh: Darto

BADAN Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan membagi pesertanya menjadi dua kategori. Kategori pertama dari peserta BPJS kesehatan, yakni penerima bantuan iuran (PBI). Adapun peserta yang masuk kategori PBI memiliki strata ekonomi tidak mampu.

Peserta kedua  ialah mereka yang secara mandiri mendaftar diri dan membayar iuran wajibnya setiap bulan. Peserta yang membayar iuran BPJS Kesehatan atau non-PBI di bagi lagi menjadi tiga kelas sesuai dengan kemampuan dalam membayar iuran.

Berdasarkan Perpres No 19/2016 tentang perubahan Perpres No 12/2013 tentang Jamimnan Kesehatan, memuat aturan tarif pembayaran iuran per bulan non-PBI yang diklasifikasikan menjadi tiga kelas, dimulai dari kelas 3 dengan tarif Rp25 ribu, kelas 2 Rp59 ribu, dan kelas 1 Rp80 ribu.

Namun, beberapa bulan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran BPJS hingga mencapai 100%. Usulan kenaikan itu dilakukan akibat defisit yang terus terjadi setiap tahunnya. Pada 2014  BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 1,9 triliun. Kemudian 2015, naik drastis menjadi Rp 9,4 triliun dan puncaknya pada 2018 defisit lagi mencapat 19,4 triliun. Untuk tahun ini defisitnya melonjak tajam hingga mencapai 32,8 triliun. 

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan mendapatkan tanggapan pro dan kontra. Namun, mayoritas masyarakat tidak menyetujui. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan detik.com, sebanyak 63% dari 10 ribu lebih voters tidak setuju. Mereka berlasan terbebani dengan penghasilan yang minim dan harus pula dipotong gaji untuk membayar BPJS. Bila satu keluarga memiliki lima atu enam anggota keluarga. Tentu saja sangat memberatkan.

Di sisi lain, berdasarkan hasil audit BPKP ada beberapa penyebab timbulnya defisit, di antaranya rumah sakit melakukan kecurangan, begitu juga perusahaan yang wajib membayar iuran, pelayanan tidak sebanding dengan peserta, data tidak sesuai, sistem klaim yang tidak benar, serta banyak peserta yang menunggak iuran.

Defisit tentunya tidak akan terjadi apabila peserta atau perusahaan tidak melakukan kecurangan. Untuk itu, langkah terbaiknya bagi para peserta BPJS Kesehatan jangan hanya bisa memanfaatkan pelayanannya saja, tetapi juga harus menjadi peserta yang taat membayar iuran. 

Darto, Mahasiswa UIN SGD Bandung.
Tulisan pernah dimuat di Media Indonesia Tanggal 21 September dengan beberapa perubahan

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023