Perih Mata Sudah Biasa, Namun Perih Hati Akan Karhutla Sangat Luar Biasa

Oleh : Dewi Nurhasanah 

Napas tersengal, pandangan tak kasat mata, ternyata ibu pertiwi sedang menangis lagi, bukan karena tsunami, bukan gunung merapi, bukan pula banjir yang menghampiri. Tetapi, kebakaran hutan dan lahan yang kian membuat menangis, membuat perih mata akibat dari asap yang dikeluarkannya, miris dan tragis.

Kebakaran Hutan dan lahan (Karhutla) ramai sekali menjadi perbincangan, terlebih dengan asapnya yang halus namun bisa sampai mematikan orang yang menghirupnya. Karhutla menyebabkan bencana kabut asap yang tentunya mencemari udara dan mengganggu pernapasan. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat, karhutla telah menghanguskan lahan seluas 328.724 ha yang terhitung sejak Januari-Agustus dengan total 2.583 titik panas. Mengerikan dan memilukan.

Pada tahun 2019 ini, karhutla terjadi diberbagai daerah diantaranya Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dengan luas lahan yang terbakar dan jumlah titik panas yang berbeda disetiap daerahnya. Sehingga, hari ini paru-paru Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Entah apa lagi yang harus dilakukan, dikerahkan, untuk menanggulangi karhutla ini. Namun lantas ini ulah siapa ? alam kah? Manusia? Atau bahkan keduanya?

Berbagai dugaan penyebab karhutla beragam, mulai dari kemarau berkepanjangan, praktik land clearing yang memanfaatkan musim kemarau, hingga terpicu aktivitas pembukaan lahan perkebunan yang tidak bertanggung jawab. Adapun dikatakan Kepala BNPB Dono Monardo penyebab kebakaran 99 % itu karena perbuatan manusia.

Asap kebakaran hutan dan lahan jelaslah berbahaya, menyebabkan udara tidak sehat, sekolah diliburkan, menyiksa kesehatan rakyat terlebih individu yang rentan sekali terkena penyakit diantaranya lansia, anak-anak, penderita penyakit paru dan bahkan orang awam sekalipun. Sehingga, setiap individu lebih di anjurkan untuk berakifitas dirumah untuk mengurangi salah satunya terjangkit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan), bahkan karhutla pastilah menyebabkan kerusakan lingkungan, menyiksa lahan hingga pembatalan penerbangan.  

Untuk individu yang tidak dapat terjun langsung kelapangan untuk memadamkan api, setiap individu dapat berperan untuk dirinya dan keluarganya dalam melawan asap karhutla ini dari rumah yaitu dengan beberapa cara. Pertama, selalu memerhatikan laporan kualitas udara saat akan beraktivitas diluar rumah, laporan kualitas udara dalam ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) dapat dilihat dalam laman http://iku.menlhk.go.id. Kedua, tutup rapat pintu dan jendela rumah lalu nyalakan AC dan pastikan filter dan saringan AC bersih. Ketiga, gunakan masker N-95 atau P-100V yang dapat memfilter partikel halus dan yang terpenting jikalau dirasa memang benar-benar berbahaya, segera untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Adapun usaha pemerintah yang  dilakukan ialah water bombing, teknik modifikasi cuaca, hingga upaya penegakan hukum yang harus di pertegas. Rasanya, pemerintah harus gencar melakukan tindakan tersebut untuk menanggulangi karhutla disamping mengatasi hutan lahan yang belum terbakar untuk tidak ikut terbakar. Hingga pada akhirnya, frasa mencegah dari pada mengobati cocok untuk kondisi kehutanan hingga lahan Indonesia saat ini. Jika dulu pencegahan digencarkan, maka hari ini kita tidak bersusah payah mengobati, mengobati hutan yang terbakar, hingga mengobati rakyat daerah yang harus ikut merasakan sesaknya menghirup asap yang tidak sehat.

Maka dari itu, memang benar perih mata sudah biasa, namun perih hati akan karhutla sangat luar biasa. Sehingga, kita Indonesia, kita yang harus menjaga paru-paru Indonesia agar tetap baik-baik saja.  

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023