Budaya Korupsi; Bukti Cacatnya Integritas Negeri

Oleh: Darto

Korupsi seakan menjadi budaya di negeri kita tercinta ini, terbukti dengan Indek Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2018 Indonesia berada di posisi 89. Hingga bukan menjadi hal tabu lagi ditelinga kita, serta bukti bahwa penduduk negeri ini banyak yang serakah.

Serakah? Iya, sangat mungkin munculnya koruptor bermula dari kebutuhan pribadi yang amat banyak namun keadaan ekonomi mereka saat itu sedang tidak baik-baik saja. Mereka –koruptor—tidak segan mengambil uang yang bukan hak mereka, padahal penghasilan mereka bisa dibilang cukup besar, namun keserakahan lah yang mendorong itu semua terjadi.

Korupsi dapat terjadi pada semua lapisan masyarakat, terlebih lagi anggota dewan yang hampir setiap hari beritanya kita dengar. Melakukan korupsi, mereka telah mengalami cacat integritas. Hingga kemudian akan mempengaruhi cara berperilaku dalam menjalankan peran dan fungsi sosial-politiknya. 

Faktor hukuman melalui pemenjaraan fisik, tidak otomatis membuat mereka jera. Mereka justru mengalami proses pematangan sebagi pelaku tindak kriminal, sehingga sangat mungkin mengulangi perbuatannya lagi. Salah satu langkah konkritnya, membatasi ruang gerak pelaku, regulasi yang semakin dipertegas serta perbaikan moralitas yang dilakukan intensif dan sistemik. Semua itu berpotensi menekan dan membungkam tawa koruptor.

Penguatan peran KPK sebagai badan pengawas adalah keharusan, karena sadar atau tidak korupsi telah lestari dan menjadi candu.  Namun, menjadi suatu yang sulit diselesaikan. Selain itu, mengupayakan membasmi korupsi tidak hanya pendekatan hukum pidana semata.

Membangun pemaknaan baru dan melakukan enkulturasi serupa atas pemaknaan baru tersebut. Jika merujuk budaya korupsi, maka dibangun pemaknaan baru; sikap dan semangat anti-korupsi.  
Darto, Mahasiswa UIN SGD Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023