Barang Ekspor Musiman

oleh: Awla Rajul

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali terjadi. Tahun 2015 lalu hal serupa juga terjadi. Hal yang kemudian muncul, kenapa manusia-manusia kini semakin beringas? Kerhutla ini sudah menjadi barang musiman, tak lupa di ekspor pula ke negara-negara tetangga untuk bersama-sama dinikmati. 

Dari sebuah wawancara korban yang saya ketahui dari berita, asap sudah mulai terlihat sejak bulan Juni lalu, yang artinya kurang lebih sudah tiga bulan kebakaran hutan dan lahap sudah terjadi. Kenapa baru turun sekarang? Ketika titik api sudah mencapai ratusan, ketika lahan yang sudah 'terlanjur' terbakar mencapai ribuan hektar, ketika titik pandang mencapai hanya puluhan meter saja. Penanganan terkesan ditunggu dan ditunda. Pemerintah sepertinya lebih fokus kepada RUU KPK. Mungkin pula menunggu korban lebih banyak dulu, baru melakukan penanganan. 

Meski data dari Badan Penanggulan Bencana Nasional (BNPB) per tanggal 16 September 2019 terlihat adanya penurunan titik panas, penanggulan dan penanganan karhutla harus disegerakan dan dilakukan secara massif. Anggaran yang sudah dimaksimalkan untuk mengurus karhutla harus benar-benar dimaksimalkan dan menjadi perhatian khusus. Pemerintah juga harus tegas menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan. Karena, regulasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah cukup baik, hanya saja penegak hukum masih 'memble' menegakkannya, tidak tegas, dan belum berani melakukan eksekusi.

Kegiatan masyarakat di wilayah yang terkana dampak asap kebakaran hutan ini pun terganggu. Masyarakat jadi enggan keluar rumah, bukan hanya karena jarak pandang yang sedikit, tapi bahaya kesehatan yang menunggu juga menjadi pertimbangan. Akibatnya, biaya hidup masyarakat jadi meningkat. Kegiatan di pasar menurun, jangankan pembeli, penjual pun sepertinya berpikir tiga kali untuk memutuskan berjualan atau tidak. Bahkan, negara tetangga sempat meliburkan sekolahnya karena asap yang diekspor mengganggu aktivitas sehari-hari. 

Bahaya penyakit saluran pernapasan, paru-paru sudah mengintai sejak awal. Penggunaan masker saja tidak cukup. Dirumah-rumah, masyarakat menggunakan alat pemurni udara (air purifier) dan diaktifkan selama 24 jam. Lagi-lagi, biaya hidup masyarat meningkat. Korban dari bencana kebakaran hutan dan lahan ini sudah bisa ditebak, ribuan bahkan jutaan masyarakat menjadi korban. Di batam sendiri, menurut laporan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam sebanyak 1.704 warga menderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). 

Sudah sebaiknya hal seperti ini diberikan penanganan khusus dan fokus. Langkah-langkah pencegahan dilakukan jauh-jauh hari sebelum musim kemarau tiba. Meski kebakaran hutan dan lahan ini menyeret ratusan tersangka dan beberapa korporasi, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menindak dan memberikan ketegasan. Bencana kebakaran hutan sudah menjadi barang musiman, harusnya kita malu mengeskpor barang berbahaya ini ke negara tetangga. 

Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023