Sebenarnya siapa yang harus berhati-hati berpendapat? Rakyat kecil atau penguasa

Dakwahpos.com, Bandung- Negara ini adalah Negara demokrasi, semua berhak menyatakan pendapat. Itulah kalimat yang selalu digembor-gemborkan oleh penguasa negeri ini, dengan beralasan kepentingan politik semata, ia rela menjual lisan dengan kocek yang begitu hina. Pernyatan Negara yang berdemokrasi hanya topeng belaka demi kesuksesan dan tujuan suatu organisasi. Sedikit-dikit ciduk-menciduk, itulah yang sering kita lihat dimedia saat ini, penuh akan berita tertangkapnya seorang yang membuat berita bohong padahal penangkapan tersebut adalah salah satu cara untuk menutupi keaiban dan memutarbalikan fakta sang penguasa.

Jadi pertanyaanya siapakah yang harus berhati-hati berpendapat? Sang penguasa yang pengaruhnya begitu besar atau rakyat kecil yang hanya mampu ber-orasi dari mulut ke mulut.

Ya, penguasalah yang harus mengatur perkataannya. Rambu-rambu dalam berbicara harus benar dipahami, jangan mengatakan suatu omong kosong yang tidak dapat dibuktikan. Rakyat biasa tahu kalo mereka harus menuruti apa mau penguasa negeri ini tapi terkadang saat sang penguasa melakukan kesalahan dan diingatkan akan suatu hal tersebut, mereka menganggap itu adalah berita bohong, hoax, dan penghinaan dimedia sosial.

Kritikan-kritikan kepada pemerintah timbul karena rakyat biasa mampu melihat realitas yang ada, permasalahan dasar yang sedang dihadapi, serta kebutuhan rakyat jelata. Apakah itu semua mampu dilihat oleh sang penguasa?, tidak akan bisa jika tanpa kaum kritikus. Ada batasan dan pelarangan beropini para kaum muda-mudi kritikus bukanlah suatu solusi tapi merupakan suatu jalan menghidupkan masyarakat apatis yang tidak perduli terhadap masalah lingkungan sekitar.

Pemerintah seharusnya jangan sensitif, tapi cobalah memahami, menerima, dan menyaring kembali pendapat-pendapat dari kaum muda-mudi Indonesia.


Reporter : Ando Adhi Putra, KPI 3A

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023