Metamorfosa Pepatah Lama di Era Digital

Pepatah lama yang mengatakan "mulutmu harimaumu" itu mengajarkan kepada kita untuk senantiasa mengendalikan perkataan yang keluar dari mulut kita. Jika tidak, maka perkataan yang keluar dari mulut itu akan menjadi seperti harimau yang bisa menerkam balik kita kapan saja. Karena mulut adalah media untuk mengutarakan segala sesuatu hal yang ada dalam hati dan pikiran kita. Setiap perkataan yang keluar dari mulut itu selayaknya air yang tumpah, mustahil untuk kembali utuh seperti awal mulanya.
Akan tetapi pepatah lama tersebut seolah sudah luntur, karena seiring berkembangnya teknologi di era digital ini maka semakin banyak orang-orang yang tersandung masalah hukum karena cuitan mereka di social media yang dinilai melewati etika bersosial media. Sehingga pada akhirnya muncul istilah "jarimu harimaumu".
Di era digital ini, orang-orang dengan mudahnya mengeluarkan pendapat tanpa berpikir panjang dampak seperti apa yang akan ditimbulkan atas apa yang dikatakannya tersebut. Dunia ini seolah dituntut untuk bergerak sesuai dengan apa yang manusia kehendaki. Jika ada satu atau dua hal yang bertolak belakang dengan apa yang mereka harapkan, maka hal tersebut secara otomatis akan mendapat celaan dan dituntut paksa agar menjadi sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Orang-orang di social media seringkali berpendapat dengan penuh percaya diri dan meng-klaim diri mereka sebagai orang yang paling benar-benar. Mereka bertindak seolah setiap dari mereka adalah hakim yang paling benar, meskipun tak jarang mereka tidak tahu secara menyeluruh mengenai apa yang mereka hakimi dengan pendapat mereka tersebut.
Dalam artian sebenarnya, kebebasan berpendapat itu merupakan kebebasan dalam berbicara dan berpendapat tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Bahkan di Indonesia sendiri, kebebasan berpendapat itu diatur dalam UUD 45 pasal 28E yang berbunyi : " setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Pendapat yang disampaikan tersebut tidak hanya berupa sampaian secara lisan saja, akan tetapi dapat melalui tulisan dan lain hal sebagainya. 
Dengan demikian, setiap warga Indonesia sebenarnya memiliki kebebasan untuk berpendapat di muka umum tanpa takut karena sudah dijamin dalam UU. Akan tetapi, kebebasan tersebut seharusnya tetap memperhatikan norma-norma yang berlaku. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak kasus-kasus di Indonesia yang terjadi karena pendapat-pendapat publik  tidak diterima oleh suatu kelompok atau golongan masyarakat.
Dengan maraknya hal demikian, maka kebebasan berpendapat di Indonesia ini masih menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Indonesia itu sendiri. Karena pada prakteknya, ketika masyarakat itu sendiri mengeluarkan pendapatnya, acap kali mereka merasa khawatir bahwa pendapatnya tersebut dapat menjadi bom bunuh diri dan menjatuhkan dirinya karena dianggap tidak sesuai dengan norma yang ada atau kepentingan suatu golongan tertentu.



Nama : Anisa Priani
Status : Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Alamat : Jl. Sukahaji, Nomor.128, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung
No. Telp/ E-mail : 081321540123/ annisa.priani98@gmail.com

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023