Berharap Keamanan Dari Kebijakan Registrasi Prabayar


Setelah kebijakan pembayaran toll dengan e-money, kini masyarakat menerima kebijakan baru yang dilakukan secara serentak yaitu registrasi kartu prabayar yang mulai diberlakukan pada 31 oktober 2017 dan batas akhir untuk registrasi kartu pada tanggal 28 februari 2018, setelah lewat tanggal tersebut maka akan dilakukan pemblokiran kartu secara bertahap sampai pemblokiran total pada april 2018.

Berbagai macam persepsi timbul dalam masyarakat, pro dan kontra akan selalu ada, namun bukan berarti pro dan khususnya kontra yang selalu ada menjadikan membiarkan begitu saja tanpa dilakukan penanganan dan penjelasan secara lebih serius, apalagi masyarakat sekarang selalu waspada dan sensitif terhadap berbagai macam hoaks yang beredar, dan keterkaitan asumsi masyarakat dengan politik yang telah terjadi atau yang akan terjadi pasti akan ada, dan pemerintah harus menjadi netral dan menjadi penengah, karena perpolitikan di Indonesia sedang hangat, melihat pemilu serentakpun akan terjadi pada 2018 dan pilpres 2019.

Informasi pertama kali yang umum diterima masyarakat tentang registrasi ulang kartu prabayar tersebar melalui aplikasi chat berbasis online (whatsapp), sedangkan masyarakat sudah terlebih dahulu memiliki sifat kritis segala sesuatu yang bersifat pesan yang disampaikan seseorang secara masal atau broadcast, sedangkan sosialisasi pemerintah di media nasional masih belum ramai, maka terjadilah asumsi-asumsi yang simpang siur dari yang diharapkan pemerintah, dan khalayak ramai tidak bisa disalahkan atas asumsi yang terjadi, karena sosialisasi pemerintah akan sangat berpengaruh pada reaksi baik buruknya dimasyarakat.

Pemerintah khususnya KEMENKOMINFO mengajak masyarakat untuk meregistrasi ulang kartu prabayarnya dengan mendaftarkan ke 4444 disertai dengan data lengap pribadinya yaitu KTP dan KK, dengan dalih keamanan dan agar bisa mengawasi setiap penyalahgunaan dan agar bisa mengusut tuntas setiap tindak kriminal yang dilakukan lewat media kartu prabayar seperti "mamah minta pulsa" atau penipuan bermodus lainnya, namun masyarakat kini sudah dewasa dan mampu menyadari kasus penipuan yang sudah beredar itu.

Dengan adanya kebijakan diharuskannya registrasi ulang dengan data lengkap menjadikan pemerintah lebih mudah mencari para pelaku yang tidak bertanggung jawab tersebut, namun yang harus menjadi catatan pemerintah  adalah ketika pemerintah mengharuskan warganya registrasi ulang, pemerintahpun harus memberi jaminan keamanan bagi warganya, jangan sampai data pribadi setiap masyarakat bocor dan berpindah tangan, seperti kasus yang terjadi di Malaysia, sebanyak 46 juta data pribadi pengguna ponsel Malaysia bocor di dark web(serangkaian situs online yang beroperasi menggunakan jaringan internet yang hanya bisa diakses dengan software khusus), penduduk Malaysia sendiri diketahui ada sebanyak 32 juta jiwa, dan kebocoran data termasuk nomor telepon, serial number ponsel, hingga alamat rumah lebih dari itu.

Selain sosialisasi pemerintah yang memang harus digencarkan secara besar-besaran untuk keberhasilan kebijakan ini, pemerintah harus menjamin pula keamanan data yang diberikan, karena bukan hanya merugikan bagi masyarakat apabila terjadi kebocoran data, pemerintah sendiri akan terkena dampak buruknya, apalagi kejahatan cyber bukan perkara ringan, dan butuh penanggulangan dan antisipasi ekstra.

Tri Eka Shofyandi, Mahasiswa jurusan KPI, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023