Meraup Keuntungan Besar Dalam Sistem E-Toll.


Oleh: Muhamad Nizar
Operator dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk, pada akhir bulan Oktober nanti, bakal menerapkan transaksi nontunai secara bertahap dimulai dari bulan September. Seluruh transaksi pembayaran jalan tol akan dilakukan secara nontunai melalui uang elektronik. Saat ini, sekitar 65 persen dari 940 gardu tol perseroan merupakan Gerbang Tol Otomatis (GTO). Dan sisanya merupakan gerbang tol manual tetapi juga menerima pembayaran nontunai. Jasa Marga sendiri telah bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam perencanaan sistem ini.  

Dari pertama kali dimulainya uji coba pemberlakuan sistem ini banyak pihak yang menyambut positif, namun ada juga yang menyikapinya dengan negatif, salah satunya ialah Mirah Sumirat (Presiden ASPEK Indonesia) berpendapat bahwa hal ini akan menyebabkan dana masyarakat mengendap hingga triliunan rupiah, dan hanya menguntungkan perusahaan perbankan.

Dalam sistem ini, menurutnya akan ada beberapa kerugian yang harus dihadapi masyarakat. Kerugian pertama adalah adanya potongan biaya yang harus dibayarkan untuk membeli kartu E-Toll sebesar Rp10.000 - Rp20.000. Seakan-akan si pengguna jalan sudah dipaksa untuk setor ke bank atas nama biaya kartu itu sendiri.

Kerugian kedua, pengguna jalan juga terpaksa harus mengendapkan dananya di dalam kartu pembayaran, meski tak setiap menggunakan ruas tol. Jika diakumulasi, ada triliunan rupiah dana mengendap milik para pengguna jalan.Kerugian ketiga, potensi triliunan rupiah yang akan digarap bank dari selisih saldo minimal dengan tarif tol terendah. Tarif terendah adalah Rp10.000,-. Jadi, disaat saldo yang ada kurang dari Rp10.000, maka dipastikan sisa saldo itu tak pernah bisa dimanfaatkan lagi oleh pemilik kartu, tapi akan menjadi milik bank. 

Disini, masyarakat seperti dibebani biaya administrasi setiap isi ulang saldo e-toll dengan dalih bank yang ingin belanja mesin nontunai.
Mungkin benar adanya jika sistem E-Toll benar diterapkan maka kegiatan transaksi di gardu tol akan lebih ringkas dan cepat karena tidak perlu lagi menunggu uang kembalian, serta aman dari risiko uang palsu. Tetapi setelah apa yang dikemukakan oleh Mirah Sumirat, masyarakat seakan-akan diharuskan membayar terlebih dahulu untuk mendapatkan sebuah kartu E-Toll. 

Sekarang bagaimana dengan mereka yang hanya menggunakan jalan tol disaat hendak mudik lebaran saja? Bukankah keuntungan yang akan didapat perbankan cukuplah besar? Mengingat bila ada sisa saldo yang tidak bisa dimanfaatkan oleh si pemilik kartu, maka dipastikan akan menjadi milik bank. Jikalau sudah begitu, langkah pemerintah adalah harus lebih mengkaji kembali atas hal dan segera mengambil sikap. Agar tidak ada yang merasa dirugikan atas penyelenggaraan sistem tersebut.

Mahasiswa KPI, UIN SGD Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023