Bijak Berbahasa Daerah, Budayakan Bahasa Indonesia


Penulis : Ade Oktavia

Maraknya kasus guru dan dosen yang menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar dalam dunia pendidikan dinilai sangat mengecewakan. Bagaimana tidak, pendidikan adalah kebutuhan yang terbilang primer untuk mempertahankan diri demi melawan kebodohan. Selain itu, pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengubah arah kehidupan dari tidak tahu menjadi tahu. Namun, penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan semakin marak ditemui. Tidak hanya di perguruan tinggi, tapi juga sudah terinfeksi sampai ke sekolah menengah dan sekolah dasar. Hal ini tentu bukanlah keputusan yang bijaksana. Sebab, tidak semua siswa dan mahasiswa yang berada dalam institusi suatu daerah berasal dari daerah itu sendiri. Hal ini dipandang sebagai pembunuhan karakter Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan tertuang dalam UU Nomor 24 tahun 2009, Pasal 29 dengan isi sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
2. Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
3. Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.

Masalahnya, jika menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar, tentu akan mengecilkan hati peserta didik yang berasal dari bukan daerah itu apalagi jika tidak memahami bahasa daerah tersebut. hal ini disebabkan karena mereka jauh-jauh datang dari luar daerah dengan harapan yang tinggi agar mendapatkan ilmu yang kelak diharap dapat dijadikan sebagai panduan untuk menempuh kehidupan, malah harus ciut saat tenaga pendidik menggunakan bahasa yang tidak mereka pahami. Hal ini terlihat sangat sederhana namun memiliki dampak yang luar biasa. Harapan yang ditulis oleh peserta didik akan menjadi mati saat tidak mendapatkan ilmu yang ingin digali.

Lain halnya, jika pada saat pembelajaran mata pelajaran bahasa daerah. hal ini merupakan suatu kewajaran sebagai konsekuensi dunia pendidikan. Malah peserta didik dituntut bisa memahami bahasa daerah seperti halnya mampu menguasai bahasa asing dalam pembelajaran bahasa atau sastra asing. Hal ini merupakan pengecualian yang senada dengan UU Nomor 2009, pasal 29, ayat 2 diatas, dengan meng-analogi-kan dan menjadikan bahasa daerah setingkat dengan bahasa asing.
Sebagai pihak yang memahami hakikatnya dunia pendidikan sudah seharusnya tenaga pendidik menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan dengan bijaksana dan menempatkan penggunaan bahasa daerah sesuai dengan tempat dan porsi yang sewajarnya agar tidak ada kesenjangan hak yang diterima oleh peserta didik. Jika sudah menggunakan bahasa secara tepat maka kecemburuan sosial antar peserta didik akan berkurang dengan sendirinya.


Penulis, Mahasiswa Jurusan KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023