Karantina Masih Perlu


Dilema menghantui upaya mengatasi penyebaran pandemi covid-19 antara mengkarantina satu wilayah atau memutuskan lockdown total. Keduanya memberi tikaman serius pada perekonomian dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat, terutama kelas bawah. Belum lagi peluang korupsi dana bantuan bencana yang kita tahu cukup sering terjadi dalam situasi serba sulit seperti ini.

Memberlakukan lockdown atau karantina tak akan efisien menghentikan penularan covid-19. Lockdown atau karantina jelas menghambat nadi perekonomian. Efek dominonya bisa tak terduga dan mungkin sangat destruktif. Memperketat physical distancing dengan membubarkan kerumunan orang, mengharapkan semua orang tetap tinggal di rumah, hanya efektif di negara-negara represif atau yang tingkat kesadaran masyarakatnya sudah baik.

Pemerintah Republik Indonesia memperbarui aturan terkait karantina yaitu memperpanjang waktu yang tadinya 7 hari menjadi 10 hari untuk mengantisipasi penyebaran varian baru Covid-19, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menuturkan aturan perpanjangan karantina tersebut berlaku bagi warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang telah melakukan perjalanan luar negeri dari negara-negara yang sebelumnya dilarang.

Satgas COVID-19 melakukan penyesuaian aturan terkait karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang kembali ke Indonesia. Ada beberapa pihak yang diperbolehkan melakukan karantina di fasilitas mandiri. Penyesuaian aturan tersebut berdasarkan evaluasi dari Surat Edaran Satgas Nomor 25 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional.

 

Nurul Alfiani

Mahasiswa UIN SGD BANDUNG

Tidak ada komentar

© Dakwahpos 2024