Oleh: Dian Ramadhan
RUU Cipta kerja banyak menyita perhatian banyak orang,aksi unjuk rasa telah dilakukan beberapa waktu yang lalu oleh perangkat masyarakat,buruh,dan juga mahasiswa. Seperti tidak mau ketinggalan,sejumlah siswa ikut melakukan aksi demo ini. Menjadi sebuah pemandangan yang menarik sekaligus mengkhawatirkan. Tidak dipungkiri RUU Ciptaker ini begitu kontroversial sehingga menjadi sebuah sorotan di setiap kalangan. Namun yang menjadi persoalan apakah siswa setingkat SLTA diperbolehkan mengikuti aksi atau tidak?.
Aktivitas belajar dirumah dimanfaatkan sejumlah siswa untuk ikut serta dalam demo tolak RUU Cipta Kerja. Tidak sepenuhnya salah jika mengacu pada UU No 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat,apalagi jika siswa sudah menginjak usia 17 tahun dan sudah memiliki KTP. Namun yang dikhawatirkan pemikiran siswa setingkat SLTA belum cukup untuk menanggapi persoalan ini,yang pada akhirnya akan menjadi sasaran provokasi. Karena yakin sekali siswa belum sepenuhnya memahami substansi dari RUU Cipta Kerja, karena kalangan yang lebih dewasa pun belum tentu memahaminya.
Mengikuti sebuah demo bukan hanya menyuarakan aspirasi,di dalamnya juga melibatkan kekuatan fisik dan mental masa yang ikut serta,siswa rasanya belum cukup memiliki dua kekuatan tersebut. Mengingat aksi yang terjadi beberapa waktu lalu berujung kerusuhan yang melibatkan bentrok antara kepolisian dan massa. Disamping melukai fisik sangat mungkin kejadian anarki akan terekam oleh siswa yang justru nantinya demo hanya dipandang sebatas meluapkan emosi bukan lagi pada tujuan menyuarakan aspirasi.
Disinilah peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk anaknya,mengingat orang tua saat ini memiliki waktu lebih banyak memantau kegiatan anaknya di tengah pembelajaran yang dilakukan secara online. Sehingga bisa lebih tegas melarang anaknya untuk tidak mengikuti aksi dan memberi pemahaman belum saat nya ikut-ikutan dalam aksi unjuk rasa.
Peran sekolah dan guru memegang peranan yang tidak kalah penting dalam hal ini. Guru Bisa memberikan edukasi dan pemahaman tentang RUU Cipta Kerja ini lebih dalam, menjelaskan kepada siswa bahwa bentuk rasa peduli terhadap negara bukan hanya ikut terjun langsung ke jalan,namun memahami lebih dalam tentang RUU Ciptaker adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap negaranya. Karena ini tidak kalah penting guna memberikan pengetahuan bahwa aksi juga harus disertai dengan pengetahuan yang kritis.
Dian Ramadhan, Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
RUU Cipta kerja banyak menyita perhatian banyak orang,aksi unjuk rasa telah dilakukan beberapa waktu yang lalu oleh perangkat masyarakat,buruh,dan juga mahasiswa. Seperti tidak mau ketinggalan,sejumlah siswa ikut melakukan aksi demo ini. Menjadi sebuah pemandangan yang menarik sekaligus mengkhawatirkan. Tidak dipungkiri RUU Ciptaker ini begitu kontroversial sehingga menjadi sebuah sorotan di setiap kalangan. Namun yang menjadi persoalan apakah siswa setingkat SLTA diperbolehkan mengikuti aksi atau tidak?.
Aktivitas belajar dirumah dimanfaatkan sejumlah siswa untuk ikut serta dalam demo tolak RUU Cipta Kerja. Tidak sepenuhnya salah jika mengacu pada UU No 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat,apalagi jika siswa sudah menginjak usia 17 tahun dan sudah memiliki KTP. Namun yang dikhawatirkan pemikiran siswa setingkat SLTA belum cukup untuk menanggapi persoalan ini,yang pada akhirnya akan menjadi sasaran provokasi. Karena yakin sekali siswa belum sepenuhnya memahami substansi dari RUU Cipta Kerja, karena kalangan yang lebih dewasa pun belum tentu memahaminya.
Mengikuti sebuah demo bukan hanya menyuarakan aspirasi,di dalamnya juga melibatkan kekuatan fisik dan mental masa yang ikut serta,siswa rasanya belum cukup memiliki dua kekuatan tersebut. Mengingat aksi yang terjadi beberapa waktu lalu berujung kerusuhan yang melibatkan bentrok antara kepolisian dan massa. Disamping melukai fisik sangat mungkin kejadian anarki akan terekam oleh siswa yang justru nantinya demo hanya dipandang sebatas meluapkan emosi bukan lagi pada tujuan menyuarakan aspirasi.
Disinilah peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk anaknya,mengingat orang tua saat ini memiliki waktu lebih banyak memantau kegiatan anaknya di tengah pembelajaran yang dilakukan secara online. Sehingga bisa lebih tegas melarang anaknya untuk tidak mengikuti aksi dan memberi pemahaman belum saat nya ikut-ikutan dalam aksi unjuk rasa.
Peran sekolah dan guru memegang peranan yang tidak kalah penting dalam hal ini. Guru Bisa memberikan edukasi dan pemahaman tentang RUU Cipta Kerja ini lebih dalam, menjelaskan kepada siswa bahwa bentuk rasa peduli terhadap negara bukan hanya ikut terjun langsung ke jalan,namun memahami lebih dalam tentang RUU Ciptaker adalah salah satu bentuk kepedulian terhadap negaranya. Karena ini tidak kalah penting guna memberikan pengetahuan bahwa aksi juga harus disertai dengan pengetahuan yang kritis.
Dian Ramadhan, Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan