BPJS Kesehatan: Pengeluaran Meroket, Pemasukan sekecil karet. Butuh Keseimbangan Peran !

Oleh : Dewi Nurhasanah  

           Lebih besar pasak dari pada tiang. Itulah peribahasa yang dirasa cocok menggambarkan kondisi BPJS kesehatan saat ini. Pengeluaran meroket pemasukan  sekecil karet. Defisit tak terkendali, siapa yang patut disalahkan? tata kelola manajemen kah? masyarakat yang menunggak? atau bahkan didalamnya para pejabat yang sudah tersangkut  korupsi dana BPJS? Rumit dan berbelit.

            Iuran BPJS kesehatan tak terkendali membuat suntikan dana dari Kementrian Keuangan yang dari tahun ke tahun semakin tinggi sehingga  Mentri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara dengan mengusulkan kenaikan iuran BPJS yang lebih tinggi dari DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) hingga 100 %. Adapun defisit BPJS diperkirakan oleh kementrian keuangan berpotensi mencapai angka 32,84 T hingga akhir tahun ini. Tapi, apakah dengan menaikan iuran BPJS akan menutupi defisit nanti? sepertinya tidak juga.

            Diketahui bahwa salah satu penyebab BPJS mengalami defisit ialah tingkat keaktifan peserta mandiri itu rendah  hanya 54,1 %  dan sisanya 45,9 % tidak disiplin membayar iuran atau dapat dikatakan menunggak. Itu berarti dengan iuran yang sudah ditetapkan sebelumnya  rakyat bisa menunggak, apalagi jikalau kenaikan iuran yang sudah ditentukan tersebut diberlakukan per januari 2020 nanti. Bisa saja lebih banyak yang menunggak bukan?

            Sehingga, perlu adanya keseimbangan antara peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalah defisit BPJS ini. Pertama, BPJS perlu dinaikkan tetapi tidak dinaikan hingga 100 %, namun secara bertahap misalnya antara 30-50 % kenaikan. Karena, angka 100 % ini yang membuat masyarakat panik dan menganggap kenaikan ini sangat besar. Dengan menaikkan iuran BPJS lebih kecil akan membuat masyarakat  menerima  tetapi di barengi dengan peningkatan pelayanan kesehatan yang mumpuni sehingga tata kelola manajemen akan sangat berperan disini. Kedua, koordinasi dari pemerintah pusat hingga kedesa-desa lebih dimaksimalkan untuk memantau pembayaran BPJS agar tidak adanya masyarakat yang menunggak lagi. Ketiga, dari segi masyarakat, masyarakat harus menyadari bahwa pelayanan kesehatan sangat penting, dan materi untuk menunjang kesehatan itu juga sangat diperlukan. Sehingga, kontribusi masyarakat dalam membayar iuran tepat waktu sangat diharapkan oleh pemerintah.

            Hingga pada akhirnya, jika sistem keseimbangan peran dilakukan dengan baik, iuran tidak naik hingga 100 % yang dibarengi dengan tata kelola manajemen, koordinasi  pemerintah dari yang paling tinggi hingga kedesa terkoordinasi dengan baik dengan memantau rakyat membayar BPJS, dan masyarakat itu sendiri yang membayar tepat waktu, jadi sepertinya yang diperlukan untuk menutupi dan menyelesaikan defisit BPJS saat ini ialah keseimbangan peran dan kekompakan antara pemerintah dan masyarakat. Saling menyadari peran masing-masing lebih baik bukan?

Menutupi defisit BPJS bukan tentang besar kecilnya iuran, tapi tentang siapa yang yang ingin berperan menstabilkan semuanya. Demi kesehatan Masyarakat Indonesia. Mari kompak!

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023