Pada pengajian rutin santri yang dilakukan sesudah maghrib setiap harinya tampak hadir salah satu mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung sedang membantu kegiatan belajar mengajar anak-anak santri Al-Istianah, Kamis (01/11/2018) . Meskipun ia seorang mahasiswa yang mempunyai setumpuk tugas dan kegiatan tapi ia juga meluangkan waktu untuk membantu mengajar dan bahkan telah menjadi guru tetap di Masjid Al-Istianah.
"Kan sekarang jarang mahasiswa yang ngajar di masjid, memang ada cuman jarang gitu mungkin karena sibuk juga diluar. Menurut saya masjid justru membutuhkan mahasiswa yang bisa menjadi jembatan untuk mengenal dan berbaur dengan masyarakat." tutur Shilah saat ditemui seusai mengajar anak-anak santri Al-Istianah.
Shilah Suci Anugerah nama lengkapnya, ia menceritakan kisah perjuangannya dalam menuntut dan mengamalkan ilmunya. Ia memulai pendidikan formal pada tahapan TK di TK. RA Amal Bakti kemudian ia melanjutkan di sekolah MIN 1 lalu MTSN 2 Bandung. Pada saat itu ia sudah terlihat berjiwa sosial dengan menjadi murid teladan dan menjuarai berbagai macam lomba. Karena jiwa sosial muncul maka kedua orang tuanya menyuruh Shilah melanjutkan pendidikannya di MAN Sukamanah, Tasikmalaya sambil mondok atau nyantri.
Shilah menjadi anak perempuan yang berjiwa sosial dan kompeten. Setelah ia lulus dari sekolah dulunya ia melanjutkan pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Saat ini ia memasuki semester lima. Dimana semester ini penuh dengan tumpukan tugas. Tapi ini tidak menyurutkan semangat Shilah untuk ikut membantu mengajar santri Al-Istianah. Ia mulai mengajar para santri pada saat masuk kuliah semester pertama hingga berjalan sampai sekarang. Menurutnya masjid itu membutuhkan mahasiswa untuk memberikan informasi tentang hal baru juga teknologi yang sedang ramai diperbincangkan. Karena ibu-ibu kurang menguasai hal seperti itu. Kemudian juga untuk melatih jiwa sosial kita dengan dapat bersosialisasi dengan guru pengajar, anak-anak, juga masyarakat sekitar. Apalagi dengan jurusan KPI yang bisa saja sambil melatih komunikasi dengan anak-anak, para guru dan masyarakatnya.
"Karena mahasiswa itu adalah penghubung atau jembatan bagi masyarakatnya." Ujar Shilah.
Selain memiliki jiwa sosisal yang baik dengan ikut meramaikan masjid Shilah juga ingin menantang dirinya sendiri untuk bisa berdakwah. Bagaimana ia mengatur anak-anak dan orang tua yang punya keinginan untuk menuntut ilmu.
Pada tahun 2017 Shilah memenangkan juara MSQ (Musyabaqah Sahril Qur'an) pada tingkat nasional di Yogyakarta. Dengan berbagai motivasi ia lakukan lomba ini dengan semangat untuk mencari pengalaman. Jadi selain menjadi seorang mahasiswa ia juga berperan dalam kehidupan Masjid Al-Istianah ini. Sebagai aktivis sosial, Shilah tergerak hatinya untuk melihat perkembangan anak-anak khususnya dalam mengaji apalagi jika terdorong oelh kesemangatan orang tuanya. Dengan membantu anak-anak dan masyarakat setempat ia rela meluangkan waktu dan menunda tugas dan kegiatan kampus untuk bisa membantu kemaslahatan masyarakat lingkungan masjid.
Selain mengajar Shilah juga turut membantu beberapa persiapan lomba untuk para santri. Seperti lomba nasyid, lomba Qiraatul Quran, lomba memasak dan lain sebagainya. Dan beberapa dari sekian banyak lomba yang anak santri ikuti dapat memenangkannya. Kerja kerasnya melatih anak-anak hasilkan banyak prestasi yang di capai oleh santri dari Masjid Al-Istianah.
Gadis muda kelahiran Garut 1 Maret 1998 ini juga mendapat dukungan penuh dari orang tuanya untuk terus bisa membantu masyarakat. Pada zaman milenial ini sangat jarang mahasiswa yang tergerak hatinya unutk melangkahkan kakinya ke masjid tapi berbeda dengan Shilah, ia dengan senang hati melakukan kegiatannya di masjid walaupun dia mungkin sibuk dengan kegiatan-kegitan organisasi di kampus.
Tak hanya kekuatan dari seorang mahasiswa seperti Shilah yang bisa membangun masyarakat yang baik tapi juga harus adanya kesadaran bagi setiap orang untuk bisa sedikitnya membantu atau bahkan mengurangi perbuatan jeleknya. Seperti daerah Cipadung ini, daerah lain di Indonesia juga perlu tokoh-tokoh akar rumput yang berjuanag untuk melindungi kehidupan seperti Shilah.
Oleh : Dhea Rijki Kusmawati / KPI 3A
"Kan sekarang jarang mahasiswa yang ngajar di masjid, memang ada cuman jarang gitu mungkin karena sibuk juga diluar. Menurut saya masjid justru membutuhkan mahasiswa yang bisa menjadi jembatan untuk mengenal dan berbaur dengan masyarakat." tutur Shilah saat ditemui seusai mengajar anak-anak santri Al-Istianah.
Shilah Suci Anugerah nama lengkapnya, ia menceritakan kisah perjuangannya dalam menuntut dan mengamalkan ilmunya. Ia memulai pendidikan formal pada tahapan TK di TK. RA Amal Bakti kemudian ia melanjutkan di sekolah MIN 1 lalu MTSN 2 Bandung. Pada saat itu ia sudah terlihat berjiwa sosial dengan menjadi murid teladan dan menjuarai berbagai macam lomba. Karena jiwa sosial muncul maka kedua orang tuanya menyuruh Shilah melanjutkan pendidikannya di MAN Sukamanah, Tasikmalaya sambil mondok atau nyantri.
Shilah menjadi anak perempuan yang berjiwa sosial dan kompeten. Setelah ia lulus dari sekolah dulunya ia melanjutkan pendidikan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Saat ini ia memasuki semester lima. Dimana semester ini penuh dengan tumpukan tugas. Tapi ini tidak menyurutkan semangat Shilah untuk ikut membantu mengajar santri Al-Istianah. Ia mulai mengajar para santri pada saat masuk kuliah semester pertama hingga berjalan sampai sekarang. Menurutnya masjid itu membutuhkan mahasiswa untuk memberikan informasi tentang hal baru juga teknologi yang sedang ramai diperbincangkan. Karena ibu-ibu kurang menguasai hal seperti itu. Kemudian juga untuk melatih jiwa sosial kita dengan dapat bersosialisasi dengan guru pengajar, anak-anak, juga masyarakat sekitar. Apalagi dengan jurusan KPI yang bisa saja sambil melatih komunikasi dengan anak-anak, para guru dan masyarakatnya.
"Karena mahasiswa itu adalah penghubung atau jembatan bagi masyarakatnya." Ujar Shilah.
Selain memiliki jiwa sosisal yang baik dengan ikut meramaikan masjid Shilah juga ingin menantang dirinya sendiri untuk bisa berdakwah. Bagaimana ia mengatur anak-anak dan orang tua yang punya keinginan untuk menuntut ilmu.
Pada tahun 2017 Shilah memenangkan juara MSQ (Musyabaqah Sahril Qur'an) pada tingkat nasional di Yogyakarta. Dengan berbagai motivasi ia lakukan lomba ini dengan semangat untuk mencari pengalaman. Jadi selain menjadi seorang mahasiswa ia juga berperan dalam kehidupan Masjid Al-Istianah ini. Sebagai aktivis sosial, Shilah tergerak hatinya untuk melihat perkembangan anak-anak khususnya dalam mengaji apalagi jika terdorong oelh kesemangatan orang tuanya. Dengan membantu anak-anak dan masyarakat setempat ia rela meluangkan waktu dan menunda tugas dan kegiatan kampus untuk bisa membantu kemaslahatan masyarakat lingkungan masjid.
Selain mengajar Shilah juga turut membantu beberapa persiapan lomba untuk para santri. Seperti lomba nasyid, lomba Qiraatul Quran, lomba memasak dan lain sebagainya. Dan beberapa dari sekian banyak lomba yang anak santri ikuti dapat memenangkannya. Kerja kerasnya melatih anak-anak hasilkan banyak prestasi yang di capai oleh santri dari Masjid Al-Istianah.
Gadis muda kelahiran Garut 1 Maret 1998 ini juga mendapat dukungan penuh dari orang tuanya untuk terus bisa membantu masyarakat. Pada zaman milenial ini sangat jarang mahasiswa yang tergerak hatinya unutk melangkahkan kakinya ke masjid tapi berbeda dengan Shilah, ia dengan senang hati melakukan kegiatannya di masjid walaupun dia mungkin sibuk dengan kegiatan-kegitan organisasi di kampus.
Tak hanya kekuatan dari seorang mahasiswa seperti Shilah yang bisa membangun masyarakat yang baik tapi juga harus adanya kesadaran bagi setiap orang untuk bisa sedikitnya membantu atau bahkan mengurangi perbuatan jeleknya. Seperti daerah Cipadung ini, daerah lain di Indonesia juga perlu tokoh-tokoh akar rumput yang berjuanag untuk melindungi kehidupan seperti Shilah.
Oleh : Dhea Rijki Kusmawati / KPI 3A
Tidak ada komentar
Posting Komentar