Keegoisan Aparat

Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 132 orang penonton sepak bola pasca pertandingan tuan rumah Arema FC vs Persebayara Surabaya yang berakhir 2-3 pada tanggal 1 Oktober 2022 malam, menitipkan   duka dan luka  yang mendalam di hati masyarakat Indonesia, khususnya komunitas sepak bola. Betapa tidak, meskipun kerusuhan pasca tanding seperti ini kerap terjadi, tetapi musibah di Kanjuruhan Malang merupakan tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola nasional yang sedang tumbuh dan berkembang.Secara global, Tragedi Kanjuruhan musibah mematikan ke-2 dari 15 tragedi sepak bola di dunia. Awal mula kericuhan itu terjadi di karenakan Arema FC yang kalah 2-3 oleh Persebaya sehingga para polisi yang menjaga keamanan disana menembakan gas air mata.
Parahnya, tembakan gas air mata tidak hanya diarahkan untuk mengurai massa melainkan juga diarahkan ke sejumlah tribun di Stadion Kanjuruhan yang diduga kuat menjadi penyebab tewasnya ratusan orang. Tragedi ini pun menimbulkan perdebatan seputar aturan FIFA sebagai federasi Sepak Bola Internasional khususnya penggunaan gas air mata dalam stadion.

Dalam dokumen "FIFA Stadion Safety and Security" terdapat larangan menggunakan gas air mata dalam stadion. Hal tersebut tertuang dalam pasal 19 nomor b tentang pitchside stewards, yang berbunyi "No fi rearms or crowd control gas shall be carried or used" (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau 'gas pengendali massa')www.bola.tempo.com
Aturan FIFA tersebut mempertegas bahwa pihak kepolisian harusnya tidak membekali anggotanya dengan gas air mata walau dengan alasan apapun sebab penanganan orang-orang demo di tempat terbuka tentu berbeda dengan orang-orang yang berada dalam stadion sehingga tindakan aparat dinilai menyalahi aturan.

Hal ini seolah membenarkan anggapan terhadap pihak kepolisian yang mengesampingkan aturan FIFA melarang penggunaan gas air mata dengan tujuan mengamankan pergelaran sepak bola di stadion Kanjuruhan. Sangat miris, melihat kondisi ini berulang kali dalam pertandingan sepak bola seolah memperlihatkan sikap acuh negara.

Dea Mawar pira
Mahasiswi KPI UIN Bandung 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023