Tidak Boleh Ada Nyawa Melayang di Lapangan Hijau

Oleh: Muh. Alief Aminullah

Sepakbola ialah sebuah olahraga yang sejak awal bertujuan meningkatkan kesehatan. Namun, apa jadinya kalau olahraga yang punya tujuan mulia itu malah menjadi ajang merenggut ratusan nyawa, seperti yang terjadi di Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10)?

Tidak ada sepak bola yang seharga dengan nyawa. Itu lah yang sering diungkapkan banyak orang dan jika dikaji secara teoritis, memang benar adanya. Olahraga apa pun itu tidak ada harganya jika dibandingkan dengan nyawa seseorang dan rasanya banyak yang sepakat dengan hal tersebut.

Terkait dengan kerusuhan di sepak bola, pada Mei 1964 di Peru ada 328 orang meninggal. Lalu di Port Said, Mesir, menelan 79 jiwa (2012) dan di Kanjuruhan 135 orang. Lalu siapakah yang bertanggung jawab atas semua nyawa yang melayang itu? Kurangnya kesiapan dan buruknya pengambilan keputusan dari aparat keamanan tentunya menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan banyak nyawa melayang. Selain itu, antusiasme yang berubah menjadi anarkisme beberapa penonton perlu kita sorot. 

Memang melihat tim kesayangan kalah memang melahirkan kekecewaan, tetapi bersikap anarkistis dengan turun ke lapangan untuk meluapkan kekecewaan kepada tim yang didukung sama sekali tidak bisa dibenarkan. Buntut sikap anarkistis itulah memantik kericuhan. Disisi lain, sejatinya potensi kericuhan seharusnya sudah diperhitungkan aparat keamanan. Mereka harusnya sudah mengantisipasi karena peristiwa kericuhan di sepak bola bukan sekali-dua kali.

Perilaku aparat yang menembakkan gas air mata juga ikut memicu terjadinya korban jiwa. Gas air mata memang bukan penyebab langsung kematian, tapi hal itu justru memicu kekacauan yang membuat penonton panik. Evaluasi dari berbagai pihak sudah dilakukan, bahkan Presiden Jokowi juga sudah bertindak cepat dengan membentuk tim gabungan independen pencari fakta. Hasil rekomendasi pun sudah keluar dan kita menunggu tindak lanjut semua itu. Jangan lagi ada korban tewas sia-sia di lapangan sepak bola. Tidak boleh ada lagi sepak bola dibarter dengan nyawa.

Muh. Alief Aminullah, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung

Tulisan ini pernah dimuat di Media Indonesia pada tanggal Kamis, 3 November 2022.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023