Siapa Yang Salah ?

Awal pada bulan Oktober lalu menjadi sebuah bulan yang hitam bagi sejarah sepak bola Indonesia, lalu pastinya akan banyak menyisakan duka yang begitu mendalam setelah tragedi kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Tragedi yang benar-benar tidak bisa di bayangkan dan sangat nahas yang sangat banyak menelan korban jiwa terbesar ke dua didalam sejarah sepakbola.

Informasi yang beredar mengungkapkan data jumlah total korban yang meninggal dunia sebanyak 678 orang terdiri dari jumlah korban meninggal dunia sebanyak 131 orang, jumlah korban luka-luka sebanyak 524 orang kemudian 23 orang yang lainnya mengalami luka-luka yang berat dan sedang mendapatkan menanganan khusus di beberapa rumah sakit.

Tragedi tersebut terjadi ketika pertandingan sepak bola antara Arema FC sebagai tuan rumah melawan Persebaya Surabaya yang diakhiri dengan kemenangan persebaya dengan 2-3 sebagai tim tamu. Saking respect nya pada Arema FC suporter Aremania tidak menerima kekalahan tersebut, para seporter langsung menyerbu turun ke lapangan setelah peluit panjang ditiup oleh wasit.

Kemenangan Persebaya menjadi sebuah sejarah baru dan kekalahan Arema FC menjadi sebuah perubahan setelah kemenangannya berjalan selama 23 tahun. Para suporter turun ke lapangan dan berujung terjadinya kericuhan yang sangat besar, kemudian karena terjadi kejadian tersebut pihak berwajib mengeluarkan peringatan menembakan gas air mata.

Hal ini menjadi sebuah perdebatan karena pada dokumen "FIFA Stadion Safety and Security" terdapat sebuah aturan yang berlaku bahwa terdapat sebuah larangan penggunaan gas air mata dalam stadion. Hal tersebut ada pada pasal 19 nomor b tentang pichside stewards, yang berbunyi " No fi rearms or corwd control gas shall be carried or used" Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali masaa') www.bola.tempo.co.
Bila kita liat dalam tragedi tersebut ada sebuah hal yang sangat membingungkan antara pro dan kontra mengenai tragedi penggunaan gas air mata yang digunakan oleh aparat berwajib. 

Karena pihak berwajib memiliki asalan terdiri untuk melakukan tindakan tersebut, contohnya karena mungkin seporter yang anarkis yang dimana tidak bisa dikendalikan dan di peringati secara baik-baik, karena polisi juga akan kewalahan dalam menangani seporter, kekhawatiran nya malah bisa membahayakan para pemain dan kru sepakbola yang ada dilapangan.

Tetapi disisi lain ini memperlihatkan sikap acuh negara. Ada juga sikap ini menunjukan bahwa negara itu represif dalam menangani kerusuhan. Ini adalah sebuah keburukan demokrasi dalam sistem kapitalisme, yang dimana membahanakan sebuah hak asasi manusia malah justu merusak citranya sendiri lewat sikap represif kepada masyarakat dengan alasan sebuah pengamanan. Kenyataan nya malah merebut dan merusak hak hidup masyarakat. 

Dalam sistem sebuah kapitalisme, hak-hak rakyat itu semua milik para penguasa atau pemilik tahta singgasana.
Mereka diawal membujuk, merayu rakyat supaya memilih dirinya dan berjanji mensejahterakan rakyat, kemudian setelah terpilih mereka membuat dan menegakan aturan yang kemudian merugikan rakyat dengan sikap dan kebijakan yang represif.

Semoga indonesia bisa pulih kembali dan memperbaiki semuanya. Semoga para korban diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi tragedi tersebut.

Muhamad Zidane Alfarez KPI 3C UIN BANDUNG 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023