Haruskah menunggu duka untuk merubah sepak bola indonesia?

Oleh : Muhamad Aswin Fahrul Fauzi

Hari yang kelam bagi pencinta sepak bola tanah air. Pertandingan kasta tertinggi Liga 1 bertajuk "Derbi Jawa Timur" yang melibatkan dua tim Arema FC dan Persebaya Surabaya, berakhir memilukan. Bukan karena hasil yang tertera pada papan skor, namun apa yang terjadi setelah pertandingan itu berakhir. Lebih dari 100 nyawa melayang imbas insiden antara suporter dan pihak keamanan pada pertandingan yang diselenggarakan di Stadion Kanjuruhan, Malang tersebut.

Setiap pihak yang terlibat tentu memiliki andilnya masing-masing yang menyebabkan terjadinya Tragedi Kanjuruhan. Mulai dari panitia pelaksana yang gagal dalam menyiapkan dan mengoordinasikan pada pra maupun hari pertandingan, kepolisian sebagai pihak keamanan yang tidak mengikuti regulasi perihal penguraian massa dalam pertandingan sepakbola, hingga perilaku suporter yang memaksa melewati tribune untuk masuk ke dalam lapangan.

PSSI sebagai otoritas sepakbola tertinggi di Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam tragedi ini. mengapa standar manajemen kerumunan dan keamanan di sepakbola profesional Indonesia begitu rendah? Mengapa pemangku elite di PSSI dan PT LIB tidak mampu memimpin perbaikan di area manajemen kerumunan dan keamanan di sepakbola profesional? Apakah benar mereka ini profesional?

Perubahan perlu dilakukan apabila kondisi dan situasi yang terjadi dalam sistem tersebut sudah tidak berjalan kondusif. Tragedi Kanjuruhan merupakan momentum paling tepat untuk melakukan perubahan dan pembenahan besar tersebut. Peristiwa tersebut menjadi cerminan atas sistem dan tata kelola sepakbola yang tidak dijalankan sesuai dengan peran dan tanggungjawabnya masing-masing, mendahului kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama, sehingga apa yang terjadi di Kanjuruhan sebenarnya hanyalah bom waktu yang menunggu untuk meledak.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023