Kanjuruhan Membawa Duka Di Masyarakat

Wajah Aparat Keamanan di Tragedi Kanjuruhan TRAGEDI tewasnya 125 orang dan 323 korban luka-luka pada laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, melahirkan pertanyaan besar. Apakah evaluasi dan sikap kritis kalangan intelektual terhadap sektor keamanan (Polri dan TNI) benar-benar menembus ke decision maker sehingga memiliki dampak pada perubahan kultur anggota Polri atau TNI di lapangan?

Tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan memperlihatkan adanya brutalitas aparat keamanan dalam pengendalian penanganan kerusuhan penonton. Petugas kepolisian secara serampangan dan menyalahi aturan FIFA menggunakan gas air mata ke tribun penonton. Bahkan, petugas TNI dan polisi juga mempertontonkan tindakan brutal kekerasan terhadap penonton. Padahal, tidak ada ancaman yang signifikan hingga harus menggunakan kekerasan. Akibatnya, sepak bola yang seharusnya menjadi hiburan penonton malah menjadi kuburan penonton.

Brutalitas aparat keamanan pada tragedi di Stadion Kanjuruhan memperlihatkan adanya penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force), termasuk kekerasan oleh anggota kepolisian dan TNI. Tragedi itu menambah panjang deretan peristiwa kekerasan polisi dan tentara kepada masyarakat sipil. Salah satu pertanyaan mendasar adalah sejauh mana keamanan demokratis dapat diimplementasikan pengambil keputusan sebagai landasan bagi setiap gerak dan langkah aparat keamanan di lapangan.

Para scholar security perlu melakukan refleksi, memetakan poin-poin utama yang sekiranya bisa memantik diskusi kritis dalam menyikapi brutalitas aparat keamanan dalam tragedi sepak bola Kanjuruhan, Malang. Pasalnya, brutalitas aparat keamanan tidak cukup hanya disikapi melalui retorika, petisi, atau siaran pers oleh pegiat isu keamanan dan akademisi. Kita perlu menyikapi persoalan brutalitas aparat keamanan secara objektif, kritis dari medan teoretis hingga praktik di lapangan. Bukan sekadar respons kalap berbasis kepanikan dan kesedihan semata melihat korban tragedi sepak bola Arema melawan Persebaya.

Dengan demikian, diperlukan upaya mengorganisasi para intelektual studi keamanan yang terdiri dari akademisi dan intelektual profesional untuk terus mengawal agenda keamanan demokratis agar dapat didengar dan diimplementasikan oleh decision maker hingga berdampak pada perubahan kultur aparat keamanan Polri dan TNI di lapangan. Pemikiran diperlukannya organize security scholar diharapkan dapat menyosialisasikan gagasan keamanan demokratis ke seluruh tingkatan masyarakat sampai yang paling awam sekalipun. Dan di sisi lain untuk mencegah tafsiran yang ambigu serta berpotensi menyeleweng dari gagasan utama keamanan demokratis saat ia diimplementasikan sehari-hari

oleh jajaran aparat Polri atau TNI.

Muhamad Aldiansyah Ridwan Utama

Mahasiswa KPI UIN SGD BANDUNG

Bandung, Jawa Barat

083891008725


Perum Graha Mustika Media Blok F 16 No.27 Rt05/012

" Tulisan ini pernah dimuat di forum@mediaindonesia.com Tanggal 09 Oktober 2022 "

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023