Apapun Aksi Arogansi di Jalan Raya Harus Diproses Hukum!

Oleh : Muhamad Dhika Buldansyah

Viralnya kasus pemukulan (atau malah perkelahian) yang melibatkan anak dari Ketua Pemuda Pejuang Bravo 5, yang melibatkan pula anak anggota DPR yang diduga sebagai korbannya, sudah diproses hukum. Faisal, nama anak dari Ketua Pemuda Pejuang Bravo 5 itu, menurut berita yang saya baca pada Senin (6/6) lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, sebagai imbas dari pemukulan yang bermula dari serempetan mobil di jalan raya itu.

Sebenarnya tidak terlalu menarik untuk membahas soal plat khusus yang menempel di mobil yang dikemudikan oleh Faisal, tapi tidak bisa menyangkal bahwa arogansi pengguna jalan memang kerap terlihat, khususnya kalau kita melintasi jalan antarkota dan lintas provinsi. Banyak pengguna jalan raya yang masih arogan dalam berkendara bahkan tidak memperhatikan keselamatan dirinya sendiri maupun orang lain.

Semakin tinggi "kelas jalan" yang dilewati, maka aksi arogansi yang terlihat di jalanan, berdasarkan pengalaman pribadi sekitar dua decade ini lebih wira-wiri di jalanan umum, dengan berbagai variasi kendaraan dari roda dua maupun roda empat. Ada arogansi yang diperlihatkan oleh pemilik plat nomor khusus, yang notabene dikuasai oleh kaum berduit lebih hingga pejabat. Ada pula yang merasa seperti bebas melakukan apa saja, kalau ada tempelan stiker di plat sepeda motor atau mobilnya.

Entah kapan dimulainya arogansi di jalan raya ini, yang biasanya lekat dengan emosi yang mudah meledak jika mengalami hal yang kurang nyaman atau membuat hati kesal. Meski tidak semua pengguna kendaraan yang "tidak biasa" itu bersikap arogan, tapi selalu saja ada cerita arogansi.

Semua berpulang pada kesadaran diri sendiri, bahwa jalan raya itu milik umum dan setiap penggunanya memiliki hak dan kewajiban yang sama saat melintas, kecuali yang memang diberi akses khusus seperti mobil ambulance dan damkar. Akan tetapi, teori akan hak dan kewajiban pengguna jalan itu faktanya tidak mudah dijalankan. Ada yang merasa punya hak lebih, menganggap dirinya tidak boleh ditilang, hingga yang merasa punya sembilan nyawa dengan berkendara seenaknya tanpa peduli keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Muhamad Dhika Buldansyah
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Kp. Nanggewer, Desa Nagrak, Gunungputri - Bogor

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023