Cara Menggapai Kabahagiaan

Bandung, Dakwahpos.com- Puasa bagi orang islam adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar, hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Banyak orang yang berpuasa tetapi sedikit orang yang puasanya di hadapan Allah memiliki nilai dan bermakna. Salah satunya dibuktikan oleh sebuah hadits yang disampaikan oleh Rasulullah :


ÙƒَÙ…ْ Ù…ِÙ†ْ ØµَائِÙ…ٍ Ù„َÙŠْسَ Ù„َÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ ØµِÙŠَامِÙ‡ِ Ø¥ِÙ„َّا Ø§Ù„ْجُÙˆْع ÙˆَالْعَØ·ْØ´


"Betapa banyak banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala dari puasanya kecuali haus dan lapar." 


Artinya, puasa orang tersebut tidak memiliki nilai dan makna di hadapan Allah subhanahuwata'ala. Berpuasa itu akan memiliki dua kebahagiaan, pertama kebahagiaan manakala ketika ifthor atau takjil.  Setiap hari setelah orang berpuasa menahan haus dan lapar maka saat maghrib kita melakukan takjil merasa bahagia merasa lega demikian juga ifthor atau berbuka.


Ketika kita masuk kepada 1 syawal, maka semua orang bergembira dengan berakhirnya bulan Romadhon. Padahal, umat-umat terdahulu begitu berakhirnya Ramadan bukan gembira bahkan mereka bersedih. Karena, mereka menginginkan bahwa setiap bulan itu dalam satu tahun dijadikan bulan Ramadan.


Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh keberkahan, bulan maghfirah, bulan tarbiyah, dan bulan segala macam artinya yang bisa memiliki nilai dan bermakna bagi kehidupan kita. Di bulan Ramadan, ketika kita melaksanakan kewajiban maka pahalanya dilipatgandakan manakala kita melaksanakan sunnah maka oleh Allah diberikan pahala sesuai sama dengan pahala kewajiban.Tentunya orang-orang yang memahami terhadap keunggulan Ramadan mereka tidak mau melepaskan diri dari bulan Ramadan dan menginginkan bahwa tiap bulan setelah itu termasuk  tetap bulan Ramadan. 


Kedua, kebahagiaan bagi orang yang berpuasa itu ketika akan bertemu dengan Tuhannya yang setiap saat dirindukan. Yang telah memberikan kenikmatan dan memberikan segalanya ketika kita di dunia ini dan itulah harapan yang paling utama amal ibadah apapun yang kita lakukan tiada lain agar kita nanti bertemu dengan Sang Pencipta.


Terkadang, orang berprasangka bahwa kebahagiaan itu diperoleh kalau orang memiliki jabatan. Sehingga tidak sedikit orang yang menghalalkan segala cara agar dapat memangku jabatan padahal, dengan jabatan itu banyak orang yang berakhir dalam kenistaan. Orang berpikir bahwa kebahagiaan itu dengan harta benda, sehingga berusaha bersusah payah mencari harta. Tetapi, pada akhirnya mereka berada dalam kerugian.


Mereka berprasangka atau memiliki sangkaan bahwa dengan harta benda dengan jabatan dengan apa yang kita miliki saat ini akan memperoleh kebahagiaan, padahal tidak sama sekali. Kebahagiaan itu hanya ada  dalam ridho Allah subhanahu wa ta'ala. Apapun profesi kita apapun kedudukan kita apabila kita mendapatkan keridhaan dari Allah maka kebahagiaan akan diperoleh di dunia.


Ketika kita melaksanakan ibadah, maka menurut salah seorang dari Imam Masjid Nabawi dalam sebuah kitabnya dikatakan untuk memperoleh kebahagiaan agar kita mendapatkan keridhaan dari Allah subhanahu wa ta'ala tiada lain l yang pertama adalah kita harus ikhlas karena Allah. Artinya setiap apa yang kita lakukan setiap apa yang kita kerjakan itu harus semata-mata karena Allah bukan karena pimpinan bukan karena ingin jabatan naik, yang kita lakukan itu adalah semata-mata karena Allah.


"Menurut salah seorang dari Imam Masjid Nabawi dalam sebuah kitabnya dikatakan untuk memperoleh kebahagiaan agar kita mendapatkan keridhaan dari Allah subhanahu wa ta'ala tiada lain yang pertama adalah kita harus ikhlas. Artinya setiap apa yang kita lakukan setiap apa yang kita kerjakan itu harus semata-mata karena Allah. Sudahkah kita meminta setelah setiap selesai shalat agar kita diberikan oleh Allah sebuah keikhlasan di dalam diri kita? sehingga dalam melaksanakan sebuah perbuatan tersebut kita betul-betul hanya ikhlas karena Allah tidak menginginkan pujian dari orang lain dan juga kita tidak akan takut dicaci maki orang lain. Kedua, jangan sekali-kali kita menyebut kebaikan-kebaikan kita kepada orang lain pujian dan cacian dari mereka tidak akan ada keuntungan dan tidak ada kebaikan bagi kita." Ujarnya.


 Oki Al Kahfi  KPI 3C

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023