KH. R. Abdul Halim Pimpin MUI Kabupaten Cianjur

CIANJUR – Ajengan Elim, adalah sapaan khas oleh orang-orang sekitar. Nama lengkapnya adalah KH. R. Abdul Halim, lahir di Cianjur, 7 Agustus tahun 1933 M. Beliau adalah anak tunggal dari pasangan Abdul Mufahir dan Siti Rahmah. Beliau memang tidak mempunyai saudara sekandung, namun mempunyai 7 saudara seibu dan 7 saudara sebapak. Selain sebagai Ketua MUI, beliau juga adalah pimpinan Pondok Pesantren Al-Muthmainnah. Kepribadiannya yang lembut dan bijak, menginspirasi banyak orang.

Menjadi Ketua MUI, memang hal yang sangat sulit. Kisah beliau dalam menempuh pendidikan, dimulai saat usianya 6 tahun, Abdul Halim disekolahkan pada Sekolah Dasar Kesatriaan. Karena pada saat itu mengalami perubahan politik pemerintah, beliau hanya mendapatkan Pendidikan umum hingga kelas IV. Pada tahun 1943, beliau menyelesaikan pendidikan umumnya dengan sistem pendidikan Jepang setelah pola pendidikan Belanda diubah karena Pemerintah Belanda menyerah pada kolonial Jepang dan meninggalkan tanah air Indonesia.

Beliau meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi ketika menginjak usia remaja. Kakeknya, yang merupakan pimpinan pondok pesantren Al-Muthmainnah, membimbing Abdul Halim setiap hari dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam. Itulah sebabnya, walaupun beliau hanya lulusan SD, tetapi dalam urusan pendidikan agama Islam dan hukum-hukum islam, ilmunya tersebut setara seperti profesor. Hingga, pada tahun 1959, beliau diangkat menjadi Hakim Agung Luar Biasa oleh pemerintah di Pengadilan Agama Kabupaten Cianjur.

Pada tahun 1979, Ajengan Elim akhirnya diangkat menjadi Ketua MUI Kabupaten Cianjur setelah 20 tahun menjabat menjadi Hakim Agung Luar Biasa. Sosoknya ini, serasa tidak tergantikan. Beliau terus terpilih menjadi Ketua MUI. Terhitung semenjak tahun 1979 hingga tahun 2019 kemarin, Ajengan Elim sudah menjadi Ketua MUI Kabupaten Cianjur selama 40 tahun. Itu sebabnya, beliau juga merupakan sesepuh Ketua MUI Kabupaten Cianjur.  

Tentu saja, terpilih menjadi Ketua MUI bukan keinginan beliau, namun hal tersebut terjadi atas permintaan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh di Cianjur. Perkataan beliau pun selalu bermakna, dan jika ada suatu masalah, beliau selalu menanggapinya dengan tenang, sehingga orang-orang yang ada disekitarnya pun ikutan tenang. Selain menginspirasi banyak orang, karena sikapnya yang demikian pun membuat beliau menjadi sangat disegani oleh banyak orang-orang di Cianjur, atapun luar Cianjur, bahkan kalangan pemerintah pun sangat menghormati beliau.

Ajengan Elim pun diangkat menjadi penasehat Bupati Cianjur, sehingga pernah, pada saat itu, Gubernur Jawa Barat, pak Ahmad Heriyawan dan juga Menteri-menteri dan petinggi negara, sempat menyengaja untuk bertemu dan mengobrol dengan beliau, dengan mengunjungi beliau ke rumahnya.

Beliau memang banyak memberikan yang lebih baik bagi Cianjur selama beliau menjadi Ketua MUI dan beliau juga menghasilkan banyak program. Diantara program-program tersebut, salah satunya yaitu, Gerakan Pembangunan Masyarakat Berakhlakul Karimah, atau dikenal sebagai Gerbang Marhamah, yang juga menjadi semboyan Kabupaten Cianjur. Selain Gerbang Marhamah, program lain yang ditelah dicapainya yaitu menangani ajaran yang saat itu sedang marak, yaitu ajaran sesat Ahmadiyah, sehingga pengikutnya tidak ada lagi di Cianjur. Kemudian, beliau juga menyejahterakan DKM Agung Cianjur dengan mendirikan toko buku dan klinik Masjid Agung, dan masih banyak lagi program-programnya yang lain yang sangat mashlahat bagi masyarakat Cianjur.

Beliau menjadi pimpinan Pondok Pesantren Al-Muthmainnah ketika beliau berusia 30 tahun, menggantikan kakeknya yang wafat. Kebiasaan kakeknya pun diteruskan oleh beliau. Kebiasaan tersebut diantaranya yaitu mengadakan pengajian khusus pada hari Minggu, Kamis, dan Sabtu. Pengajian hari Minggu dikhususkan untuk bapak-bapak, pengajian hari kamis khusus ibu-ibu, dan pengajian hari sabtu khusus para ajengan. Namun, ada yang menarik dari pengajian hari Kamis, yakni adanya pasar kemisan. Pasar ini memang hanya ada saat pengajian hari Kamis di Pesantren Al-Muthmainnah. Hal tersebut ada karena saking banyaknya jamaah ibu-ibu, sehingga para pedagang tertarik untuk berjualan disekitar lingkungan pengajian.

Beliau memiliki 36 cucu dan 18 cicit, dari 9 anaknya dari almh. istrinya, Hj. Aisyah. Istri pertamanya sudah meninggal dunia, dan pada 2002 beliau menikah dengan Hj. Ida Rosidah.

Reporter: Nailah Adawiyah, KPI/3C

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023