UU Cipta Kerja : Mempermudah Usaha, Menyulitkan Buruh ?

Oleh : Tubagus Maulana Fauzi

Sah! DPR  RI mengesahkan RUU Cipta Kerja pada rapat paripurna yang dilaksanakan, Senin 5 Oktober 2020, yang di selenggarakan di Gedung Parlemen DPR RI Senayan. Meskipun UU CIPTAKER telah disahkan, justru disambut dengaan penolakan dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat. Dikarenakan Isi UU Cipta Kerja ini dinilai bisa merugikan beberapa pihak dan menguntungkan segelintir orang saja.

Adapun pihak yang merasa dirugikan, salah satunya adalah pihak Buruh. Dilansir dari TEMPO.co oleh Ahmad Tri Hawaari,  bahwasanya ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan longmarch dalam aksi massa dari Parkir Senayan Timur hingga ke depan Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 20 Januari 2020. Aksi tersebut menuntut penolakan terhadap omnibus law dalam beberapa poin berikut, yang dianggap merugikan para buruh tersebut. Pertama, upah minimum kota atau kabupaten terancam hilang. Kedua, besaran pesangon PHK berkurang. Ketiga, hapus cuti haid bagi perempuan. Keempat, nasib outsourcing semakin tak jelas. Kelima, pekerja bisa dikontrak seumur hidup.

Dari Kelima tuntutan tersebut, dapat dipastikan merugikan para buruh, salah satu contohnya yaitu buruh perempuan yang kehilangan hak kesehatan reproduksi dikarenakan dihapusnya cuti haid, hamil, beribadah bagi buruh perempuan.

Selain berdampak merugikan, konon katanya UU cipta kerja juga dapat memberi manfaat berupa kemudahan berusaha bagi masyarakat, khususnya usaha mikro dan kecil. Dikutip dari Media indonesia oleh Karina Putri, dalam RUU (versi 905 halaman) Ciptaker (RUUCK) terdapat 186 pasal yang isinya tidak hanya berfokus mengatur seputar ketenagakerjaan yang marak pada thread social media, tetapi juga banyak hal lain yang terkandung di dalamnya sebagai upaya mewujudkan kemudahan berusaha bagi masyarakat, khususnya usaha mikro dan kecil.

Kemudahan berusaha ini secara khusus diatur dalam Bab VI yang mengubah beberapa ketentuan dalam beberapa UU, salah satunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Sebagai contoh, Pasal 109 UUCK, mengubah Pasal 7 UUPT sehingga sebuah perseroan langsung memperoleh status badan hukum setelah mendapatkan bukti pendaftaran, berbeda dengan sebelumnya yang harus menunggu pengesahan dari menteri. Kemudahan ini mempercepat proses perolehan status badan hukum yang kemudian diharapkan dapat menggugah para pengusaha untuk mendaftarkan perseroan mereka sehingga didapatkan data tentang perseroan.

Adapun dari sumber lain oleh Azis Syamsuddin menjelaskan bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan lebih mudah dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT)  berbadan hukum melalui pendaftaran secara online dan dapat di sahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). "Sebelumnya orang mendirikan PT harus membayar Rp 50 juta dan sangat berbelit belit proses perizinannya. Dalam klaster UMKM dan Koperasi di Ciptaker, akan lebih dipermudah baik perizinan dan hal sebagainya.

Sehingga dana Rp 50 juta yang biasa dibayarkan di saat mendaftarkan PT bisa dimanfaatkan untuk modal usaha bagi para pelaku usaha kecil nantinya," kata Azis Syamsuddin di Jakarta, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com. Tak hanya itu, UMKM akan mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum jika terjadi hal yang tak diinginkan dalam proses perjalanan usahanya. Misalnya, pendampingan hukum bagi para pelaku usaha yang terjerat sebuah perkara.

Dari dua paparan diatas, UU cipta kerja dinilai merugikan banyak kalangan, tapi konon katanya ada segelintir orang yang diuntungkan, seperti para umkm. Diharapkan dengan berbagai kemudahan yang diinisasi oleh pemerintah melalui UU Cipta Kerja ini maka taraf dan kapasitas UMKM Indonesia dapat meningkat secara signifikan.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023