Mengkritisi Tapi Rendah Literasi

Oleh: Zahra Amalia Putri

Akhir-akhir ini kemajuan teknologi dan penggunaan media sosial semakin pesat. Media sosial menjadi salah satu wadah untuk karya, hiburan atau sebagai tempat mengungkapkan keluh kesah, serta kritik dan saran. Namun, kritik yang disampaikan terkadang mengarah kepada penghujatan. Kata kritik dan saran hanya menjadi dalih agar terlihat baik, tapi kenyataannya bertentangan. Kalimat yang dilontarkan netizen (warganet;orang yang aktif menggunakan internet) di kolom komentar sangatlah beragam, mulai dari kritikan, sindiran, sampai hujatan kasar sekalipun. 

Komentar-komentar itu dapat ditujukan kepada siapa saja, hal inilah yang mengerikan dari sisi negatif media sosial. Karna komentar tersebut dapat ditulis kepada seseorang yang tidak dikenal dan bahkan tidak pernah bertemu sekalipun. Lalu bagaimana bisa seseorang mengecam dan menghujat seseorang lainnya tanpa mengetahui kepribadian ataupun permasalahan orang itu secara langsung? 

Inilah mengapa menyampaikan sesuatu di media sosial tidak selalu berakhir baik. Sebab ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan media sosial sebagai wadah provokasi dan penyebaran berita bohong. Keadaan menjadi lebih memprihatinkan karena netizen (warganet) cenderung mempercayai mentah-mentah tanpa mencari tahu substansi dan keaktualan berita terlebih dahulu. Selanjutnya, netizen (warganet) akan menyampaikan aspirasi dan mulai mengkritik dengan tergesa-gesa.

Hal ini membuktikan rendahnya kesadaran masyarakat untuk literasi. UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah tentang literasi dunia. Minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Sebaliknya, meskipun minat baca masyarakat rendah, Indonesia merupakan negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Menurut lembaga riset digital marketing Emarketer pada 2018 memperkirakan jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang.

Tidak heran jika masyarakat Indonesia aktif dan menyampaikan segala sesuatu di media sosial. Kesadaran literasi rendah, tapi bertindak seolah-olah menyampaikan aspirasi tanpa substansi. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi sasaran provokasi dan berita bohong. Jangan sampai kecepatan jari-jari kita dalam mengetik mengalahkan kecepatan otak dalam berpikir. Jika hal ini terus dibiarkan, opini serta aspirasi yang disampaikan malah akan memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023