Melembutkan Hati dengan Sentuhan Tasawuf

Oleh : Alwi Salma

Selayang Pandang Islam
Islam merupakan agama paripurna dalam bidang kesalehan spiritual/ibadah mahdhah dan kesalehan sosial/ibadah ghair mahdhah (al-Islamu ya'lu wala yu'la 'alaihi). Eksistensi Islam selalu relevan dengan kondisi perkembangan zaman dan globalisasi dunia (shalihun fi kulli zaman wa shalihun fi kulli makan).

Imam Al-Ghazali, memberikan ilustrasi tentang ilmu syariah diibaratkan sebagai rumah, dengan bagian-bagian sebagai berikut: al-Asas (pondasi dasar), yaitu ilmu Tauhid, al-Jidar (dinding rumah), yaitu akhlakul karimah, dan ats-Tsaqaf (atap rumah), yaitu ilmu Fiqh. Setiap manusia harus memiliki iman, islam, dan ihsan untuk menjadi insan kamil (menjadi manusia ideal atau sempurna).

Berangkat dari firman Allah SWT, dalam QS. Asy-Syu'ara: 88-89 yang berbunyi:
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Artinya: (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Surat Asy-Syu'ara: 88-89).

Para ulama mengelaborasi makna yang terkandung dalam ayat tersebut, bahwa kelak pada hari kiamat, harta kekayaan dan anak yang menjadi identitas kebanggaan duniawi akan menjadi hal yang tidak bermanfaat (bahkan dalam ayat lain sebagai musuh) kecuali orang-orang yang datang kepada Allah SWT dengan hati yang bersih dan lembut (qalbun salim). Antonim dari qalbun salim, yaitu qalbun qasiyyun. Qalbun qasiyyun adalah hati yang keras dan berpenyakit.

Aspek-Aspek Yang Dapat Mempengaruhi Hati
Ada enam aspek yang mempengaruhi kebersihan dan mengotori hati, sebagai berikut:

1. Ilmu
Esensi dari ilmu tersendiri adalah kemanfaatan. Ilmu, dipergunakan untuk memperjuangkan kebenaran serta mengenalkan masyarakat akan Tuhannya ilmu tersebut berpotensi mendapat pahala. Namun, alangkah ruginya apabila ilmu dipergunakan untuk menghina, merendahkan, dan menganggap bodoh orang lain, tentu ilmu tersebut menjadi tameng gelap dalam hatinya.

2. Amal dan Ibadah
Bentuk kepatuhan makhluk  terhadap Allah SWT melalui amal dan ibadah. Tetapi hari ini, kondisi getir menghampiri kita. Da'i-da'i muda, terpapar faham takfiri dengan mudah memvonis kafir orang lain yang sudah muslim sejatinya. Menganggap kelompok dirinya saja yang Islam sungguhan. Kondisi seperti ini, membuat hati berpotensi terhijab atas datangnya cahaya Nur Ilahi. Ditambah, egosentris merasa banyak melakukan ibadah sehingga men-tahqir (merendahkan) orang lain. Tujuan beribadah bukan menjadikan dirinya merasa pintar, tetapi pintar merasakan.

3. Harta kekayaan
Gemerlap duniawi membuat kita lupa akan identitas asli kita sebagai hamba Allah. Padahal, harta duniawi hanyalah titipan, senantiasa diambil oleh sang pemilik. Allah SWT, sudah mengingatkan hati-hati tertipu dengan dunia.
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya: Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS. Ali-Imran: 185).

4. Kecantikan dan kegantengan
Memiliki paras/rupa yang menawan tentu menjadi dambaan setiap manusia. Menarik perhatian lawan jenis dan pusat perhatian. Akan tetapi, dengan bersamaan harus dibarengi rasa syukur, bahwa Allah SWT memberikan anugerahnya.
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan" (QS. Yunus : 58)

5. Status sosial dan keturunan
Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, mengemukakan bahwa, ketika menyinggung orang sombong akan status sosial dan keturunan, beliau berkata: "Manusia keluar dari dua kemaluan, yaitu bapak dan ibunya". Allah SWT, memberikan pelajaran kesetaraan (egaliter) dalam QS Al-Hujurat: 13.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu (QS Al-Hujurat: 13).

6. Banyaknya pengikut
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, mengatakan bahwa ada 11 golongan Ulama atau ahlul ilmi yang tertipu akan gemerlap dunia. Merasa tersinggung jikalau tidak dipuji atau disanjung, mengutamakan isi amplop daripada keikhlasan menyampaikan dakwah. Kondisi banyaknya jamaah/pengikut, membuat hati seseorang berpotensi pongah dan takabur. Waliyadzubillah

Kiat-Kiat Menjaga Kebersihan Hati
Para Ulama ushuludd'a mengintrodusir kiat-kiat menjaga hati yang bersih, melalui rumus Empat I.
1. Isti'adzah, artinya mengucapkan ta'awudz apabila terhinggap godaan syetan atau rasa was-was dalam dada. Berdasar pada hadits Rasulullah Saw, dalam kitab Mukhtaral Hadits An-Nabawiyah, bersabda:
مَنِ اسْتَعاذَكُمْ بِا اللهِ فَأَعِيْذُوْهُ (رواه أحمد)
Artinya: barangsiapa yang meminta pertolongan kalian semua kepada Allah SWT, maka bertaawudzlah (meminta pertolongan) kepada Allah (H.R. Ahmad).

2. Istighfar, artinya memohon ampunan kepada Allah SWT, atas kesalahan atau dosa yang telah dilakukan baik secara terang-terangan atau rahasia. Mengucapkan istighfar, dapat menjaga kelembutan hati.
Allah SWT, berfirman:
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nisaa: 110).
Imam Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili dalam kitab Minahus Saniyah, beliau berwasiat bahwa:
وينبغي كثرة الاستغفار عند أول الليل وآخره وأول النهار وآخره  
Artinya: "Dan mesti memperbanyak istighfar di waktu awal malam dan akhir malam, dan waktu di awal siang serta di akhir siang (sore) (Sayyid Abdul Wahab Asy-Sya'rani, Minahus Saniyah, hal. 14).

3. I'tiraf, artinya pengakuan atas kesalahan yang pernah diperbuat dibarengi taubat nasuha. Redaksi, i'tiraf telah dicontohkan oleh para Nabi dan Ulama. Salah satunya, i'tiraf  Nabi Yunus As. Pada saat berada di dalam perut ikan Nun. Termaktub dalam QS. Al-Anbiya: 87.
فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".

4. Istighatsah, artinya memperbanyak dzikir atau aurad kepada Allah SWT. Bentuk istighatsah secara umum terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu istighatsah pendek berupa kalimat Tauhid (لا اله الا الله) dan istighatsah panjang berupa do'a ma'tsurat yang termaktub dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Struktur Hati Manusia
Para Ulama Tasawuf menerangkan bahwa, dalam hati manusia terdapat lima unsur untuk mengawal kebaikan ruhaniah dan kebaikan lahiriah (akhlakul karimah). Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Bashirah (mata hati), berfungsi sebagai pemilih dan pemilah antara kebaikan atau keburukan.
2. Dhomir (moral), berfungsi sebagai penentu antara kebaikan dan keburukan. Apabila, sesuatu hal yang baik maka dikerjakan, sebaliknya apabila hal buruk maka ditinggalkan.
3. Fu'ad (hakim hati). Seseorang melakukan kebaikan berarti justifikasi, orang tersebut adalah orang baik. Sebaliknya, jika dia tahu keburukan, tetapi masih melakukannya berarti dia adalah orang buruk.
4. Sirr (rahasia). Sisi tersembunyi pada hati manusia.
5. Lathifah (dianalogikan software) hati manusia.

Proses Aktualisasi dan Refleksi Mencapai Hati yang Bersih
Dalam tahap pensucian manusia, melalui tiga proses: takhalli, tahalli dan tajalli.
1. Takhalli adalah proses pembersihan hati, melalui tahapan: taubat, wara' (selektif), dan zuhud (asketis).
2. Tahalli adalah proses penghiasan hati. Melalui tahapan: sabar, tawakal, ridha dan syukur.
3. Tajalli, puncak manifestasi mengenal Allah SWT dengan tuma'ninah, sakinah dan ma'rifat.

Buah atau prestasi setelah mendapatkan hati bersih melahirkan perilaku yang terpuji (akhlakul karimah).

Kisah Tentang Penempaan Hawa Nafsu
Suatu hari, Allah SWT menciptakan dua makhluk yaitu akal dan hawa nafsu. Allah SWT bertanya pada akal: "Siapa Aku dan siapa engkau?. Akal menjawab: "Engkau adalah Tuhanku dan saya adalah hamba-Mu". Kemudian, Allah SWT bertanya pada hawa nafsu: "Siapa Aku dan siapa engkau?. Hawa nafsu menjawab: "Saya adalah saya dan Engkau adalah Engkau". Lantas, Allah SWT merendam dalam sebuah telaga dingin dan panas masinng-masing 1000 tahun. Setelah itu, ditanya kembali dengan pertanyaan yang sama dan tetap jawaban yang sama. Kali ini, Allah SWT merendam dalam telaga kelaparan selama 1000 tahun. Hawa nafsu ketika ditanya: "Siapa Aku dan siapa engkau?, maka dia menjawab : "Engkau adalah Tuhanku dan saya adalah hamba-Mu".

Dari kisah di atas, dapat diambil ibrah (pelajaran) bahwa hawa nafsu agar dapat ditundukkan untuk taat kepada Allah SWT, melalui kelaparan. Bulan Ramadhan merupakan bulan tarbiyah al-nafs (pendidikan jiwa), agar senantiasa bertakwa pada Allah SWT dan menghasilkan budi pekerti yang luhur.

Salah satu contoh akhlakul karimah adalah mampu mengontrol egosentris mengedepankan solidaritas khususnya keummatan, membantu masyarakat yang tertimpa dampak virus covid-19, dan utama berbakti pada orangtua.

Kesimpulannya adalah keselamatan jiwa manusia tergantung pada kebersihan atau kekotoran hati. Kebersihan hati, dapat diusahakan melalui tahapan yang sudah dianjurkan Allah SWT, Rasulullah SAW, dan para Ulama. Demi, menghasilkan predikat ketakwaan, ridha dan rahmat Allah SWT.

Referensi:
1. Al-Quran al-Karim.
2. Kitab Minahus Saniyah, karangan Sayyid Abdul Wahhab Asy-Sya'rani.
3. Kitab Mukhtaral Hadits An-Nabawiyah karangan Sayyid Ahmad Al-Hasyimi.
4. Kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali.
5. Catatan berbagai sumber kitab para masayikh.

Alwi Salma
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
No. HP : 089515291971
Alamat Rumah : Kp. Gandamekar RT/RW 02/11, Desa Gandamekar. Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, 44153

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023