Kebebasan Menjadi Perdebatan

Oleh Rian Agustian

Saat saya duduk dibangku SMK, seorang guru bertanya kepada kami "Jika kalian diberi pilihan untuk hidup dengan bebas atau hidup dengan aturan mana yang kalian pilih ?" kami pun ramai menjawab dengan pandangan kami yang berbeda-beda. "Saya ingin hidup bebas, berpenampilan bebas, melakukan hal-hal yang saya inginkan dengan bebas." Ucap salah seorang teman saya, ada juga yang berpendapat lain "hidup itu harus dengan aturan, bahkan berpenampilan-pun diatur, jika tidak diatur mungkin orang-orang akan bertelanjang bulat". 

Kebebasan bukanlah hal yang baru, Erich Fromm bahkan menegaskan bahwa kebebasan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia. Tapi kebebasan seperti apa ? dan untuk siapa ? Baru-baru ini seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) Serka BDS ramai diperbincangkan oleh warganet, pasalnya ia diberikan sanksi karena video yang berdurasi 24 detiknya.

Dalam video tersebut ia menyanyikan sebuah lagu penyambutan dan dukungannya kepada Habib Rizieq Syihab, banyak warganet yang menyemangati dan mendo'akannya, ada juga dari warganet yang mempertanyakan apa yang dimaksud kenetralan sebagai prajurit TNI, seperti salah satu komentar warganet pada postingan @militer.udara "saya ingin tanya..apakah prajurit TNI tidak boleh mengidolakan seorang ulama ? Netral bagi prajurit itu adalah tidak condong ke politisi atau parpol tertentu.punya idola seorang ulama apakah itu termasuk tindakan indisipliner dan tidak netral ??????????? Makin kacau negara ini."

Kepala Dinas Penerangan TNI AU (KADISPENAU) Marsekal Pertama Fajar Adriyanto mengatakan, Serka BDS terbukti melanggar hukum disiplin milter sebagaimana diatur dalam pasal 8 huruf a UU 25/2014 Tentang Hukum Disiplin Militer. "Itu betul, memang personel yang bertugas disalah satu satuan TNI AU di Halim Perdanakusumah. Jelas melangga hukum disiplin militer. Sekarang yang bersangkutan ditahan untuk diselidiki dan didalami oleh POM AU dan Intelijen," kata Fajar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (11/11).

Sebenarnya sering diperdebatkan apakah kebebasan itu harus dipahami sebagai sesuatu yang positif dalam ungkapan 'bebas untuk apa' atau secara negatif sebagai 'bebas dari apa'. Seperti yang dikatakan Franz Magnis Suseno, dengan pembedaan antara 2 (dua) segi kebebasan ini kita dapat melihat bahwa keduanya benar, namun tergantung pada kebebasan mana yang kita maksud. 'Bebas untuk apa' menyangkut sikap yang akan kita ambil, jadi yang dipertanyakan adalah kebebasan eksistensial. 'Bebas dari apa' sendiri lebih pada kebebasan sosial.

Mahasiswa KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung   

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023