Hati-Hati Dalam Berpendapat di Media Sosial

Oleh : Desi Nurhikmah

Setiap orang memang memiliki hak untuk berpendapat atau beropini secara lisan ataupun tulisan baik melalui media cetak maupun elektronik. Namun dalam mengeluarkan pendapat harus memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara, serta tunduk pada hukum yang berlaku.

Sehingga seseorang yang berkomentar di media sosial tidaklah dilarang. Namun dalam hal ini harus lebih hati-hati dan melihat ketentuan yang dilarang dan dibatasi tersebut. Untuk itu perlu untuk memperhatikan pemilihan kata dan cara penyampaian saat berkomentar di media sosial.

Hal kecil yang dapat menimbulkan masalah dari adanya kebebasan berpendapat yaitu perundungan di dunia maya atau yang saat ini terkenal dengan sebutan cyber bullying. Cyber bullying dapat terjadi karena orang-orang dapat dengan bebas berkomentar di dunia maya tanpa batasan tertentu. Secara tidak sadar komentar atau pendapat yang berikan pun tak disaring lagi apakah itu dapat menyakiti hati seseorang atau tidak.

Selain cyber bullying, sisi gelap yang dapat dilihat dari adanya kebebasan berpendapat ialah hoax yang sering kali bermunculan dimana-mana. Kita sering kali mendapat berita hoax entah dari siaran pesan social media maupun media surat kabar online sekalipun. Hal tersebut juga kerap menimbulkan masalah. Sudah banyak kasus penyebaran hoax yang berujung pidana.

Salah satu influencer di Indonesia, Raditya Dika merupakan cerminan yang bagus dalam hal ini, padahal ia mempunyai latar belakang politik tersendiri, mengembangkan pendidikan sebagai sarjana ilmu politik Universitas Indonesia  dan mempunyai  seorang ayah yang bergelut di salah satu partai besar di Indonesia, sudah cukup membuat radit ini kredibel dalam berpendapat persoalan politik.

Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan "Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023