Hak Asasi Kita dalam Melakoni Kebebasan

Oleh : Nur Azizah Hidayah

Hak asasi manusia merupakan hak yang secara hakiki dimiliki oleh manusia karena martabatnya sebagai manusia yang dimilikinya sejak lahir. Pada dasarnya, hak asasi manusia itu  merupakan hak yang inherent dimiliki oleh setiap manusia sebagai makhluk Tuhan. Dengan begitu hak asasi manusia dimiliki oleh siapapun, tidak terkecuali oleh anak. Bahkan di dalam terminologi hukum perdata, hak keperdataan seseorang itu telah diakui semenjak ia masih berada dalam kandungan.

Mendasarkan pada pemikiran bahwa hak asasi manusia merupakan hak kodrati yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri, berarti juga meliputi jaminan perlindungan atas hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun (non-derogable rights), yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan lain sebagainya.

Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu ciri dari Negara Hukum adalah adanya hak asasi manusia (HAM) dalam penye-lenggaraan negara. Indonesia, sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 telah menegaskan pembelaannya terhadap hak asasi manusia sebaagaimana ternyata dalam klausul Pembukaan UUD 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945 yakni pada pasal 27-34. Di era reformasi, pada pemerintahan Presiden Habibie, Presiden bersama DPR meratifikasi konvensi PBB yang menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia kedalam UU No. 5 Tahun 1998. Kemudian MPR juga menerbitkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang ditindaklanjuti dengan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Sesuai dengan tata urut perundangan di Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, sebenarnya produk-produk yang telah dikeluarkan oleh pemerintah (MPR, DPR dan Presiden) yang menindaklanjuti substansi HAM dalam UUD 1945 dengan menetapkan Ketetapan MPR dan UU tersebut sudah betul. Namun ketika kemudian MPR melakukan amandemen UUD 1945 yang kedua, yaitu pada tanggal 18 Agustus Tahun 2000 dengan menambahkan bab dan pasal khusus yang berisi tentang HAM (sebagaimana tersebut dalam Bab X-A pasal 28-A s/d. pasal 28-J), telah membuat rancu tata urut peraturan perundangan di Indonesia karena tidak sesuai dengan substansi pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011.

HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas siapapun[16]. HAM baru dikenal secara internasional setelah deklarasi HAM oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sedangkan Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun demikian para pendiri negara dan bangsa ini sadar betul akan hakekat HAM tersebut, sehingga, ketika menyiapkan naskah piagam untuk kemerdekaan Indonesia (yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945), dengan tegas pada alinea pertama naskah tersebut menyatakan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapus-kan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan"

Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023