Demonstrasi Dipicu Disinformasi terkait Omnibus Law

Oleh: Muhammad Husna Hisaba

Disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU  Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 05 Oktober lalu mendatangkan berbagai gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat mulai dari buruh, mahasiswa, hingga pelajar yang tergabung dalam aksi unjuk rasa di berbagai daerah.

Bahkan Presiden Joko Widodo menyoroti peristiwa unjuk rasa yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia terkait penolakan Ombibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) terjadi karena adanya disinformasi substansi dan juga berita palsu yang tersebar di masyarakat melalui media sosial.

Setidaknya ada 8 poin disinformasi substansi terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berkembang di masyarakat, Meliputi soal ketenagakerjaan, dimana upah minimum tidak turun atau ditangguhkan; pesangon PHK yang dihapuskan; peluang besar masuknya tenaga kerja asing; hak cuti dihapuskan; menyangkut perihal isu lingkungan hidup berupa penghapusan izin, lingkungan hidup dan amdal; Dihapusnya jaminan produk halal; sentralisasi kewenangan di tangan presiden; dan pemerintah pusat bisa mengubah peraturan perundang undangan dengan PP.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya guna memberikan pemahaman kepada khalayak mengenai disinformasi substansi tersebut. Bahkan Presiden sendiri lewat siaran langsung pada akun Youtube Sekretariat Presiden, turut meluruskan sejumlah isu di dalam UU Ciptaker yang keliru di masyarakat. Begitu pula Satgas Omnibus Law yang tidak henti-henti meluruskan pemahaman masyarakat terkait Omnibus Law lewat ruang-ruang dialog yang terbuka dan transparan.

Era modern dewasa ini memungkinkan berbagai informasi mengalami persebaran yang cukup masif, cepat, dan luas serta dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya.  Ditambah adanya media sosial di mana setiap orang dapat mengakses informasi dalam hitungan detik. Lalu lintas informasi yang padat dan berasal dari berbagai sumber informasi baik yang valid maupun yang tidak, membuat masyarakat kebingungan dan mudah memercayai informasi yang didapat tanpa memverifikasi kebenarannya terlebih dahulu.

Di sinilah pentingnya bagi setiap individu untuk menumbuhkan kesadaran membaca dan memverifikasi kebenaran informasi (tabayyun) dari apa yang didapat. Memahami terlebih dahulu substansi dari sebuah isu sangatlah penting daripada hanya ikut-ikutan tanpa memahami apa yang dipermasalahkan atau dibicarakan. Tentunya budaya membaca dan memverifikasi kebenaran informasi perlu ditanamkan dalam setiap kesadaran masyarakat Indonesia demi kebaikan dan kemaslahatan bersama. Agar tidak terjadi lagi aksi-aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.

Perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, meliputi pemerintah, media mainstream, dan masyarakat secara umum untuk turut memberikan informasi serta pemahaman yang baik dan benar, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan yang berujung pada tindakan-tindakan yang tidak diinginkan serta merugikan. Komunikasi yang terbuka diantara berbagai pihak menjadi kunci utama untuk dapat saling mengerti dan memahami terhadap tujuan bersama.

Penulis, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung


Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023