Oleh : Siti Sayidatul Wafa
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan hubungan dan komunikasi dengan yang lainnya. Apalagi kita sebagai mahasiswa yang notabene merupakan insan akademik kampus, pemimpin dimasa yanga akan datang. Mahasiswa sangat membutuhkan relasi yang luas guna memperdalam keilmuan, agar nantinya bisa menjadi bekal untuk kehidupannya. Dikehidupan kita, pastinya selalu menerima atau bahkan memberikan kritik kepada orang lain. Tentunya kritik dalam kehidupan kita menjadi hal yang lumrah terjadi. Kritik bisa diartikan sebagai ungkapan kata-kata atas kekurangan atau hal yang dinilai si pengkritik tidak setuju. Di lapangan, kritik rata-rata berorientasi pada unsur negatif.
Kritik dalam berbagai bidang kehidupan sangat dibutuhkan sekali. Kenapa demikian? karena dengan kritik, kita bisa mengetahui sisi sudut pandang lain dari diri kita yang dikritisi. Adagium hukum mengatakan Testimonium de auditu, artinya kesaksian dapat didengar dari orang lain. Jadi jelaslah saat-saat tertentu membutuhkan akan kritik dari orang lain. Kalaupun merupakan ungkapan atas kelemahan dan kekurangan sesuatu pada kita, itu bisa kita jadikan sebagai
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan hubungan dan komunikasi dengan yang lainnya. Apalagi kita sebagai mahasiswa yang notabene merupakan insan akademik kampus, pemimpin dimasa yanga akan datang. Mahasiswa sangat membutuhkan relasi yang luas guna memperdalam keilmuan, agar nantinya bisa menjadi bekal untuk kehidupannya. Dikehidupan kita, pastinya selalu menerima atau bahkan memberikan kritik kepada orang lain. Tentunya kritik dalam kehidupan kita menjadi hal yang lumrah terjadi. Kritik bisa diartikan sebagai ungkapan kata-kata atas kekurangan atau hal yang dinilai si pengkritik tidak setuju. Di lapangan, kritik rata-rata berorientasi pada unsur negatif.
Kritik dalam berbagai bidang kehidupan sangat dibutuhkan sekali. Kenapa demikian? karena dengan kritik, kita bisa mengetahui sisi sudut pandang lain dari diri kita yang dikritisi. Adagium hukum mengatakan Testimonium de auditu, artinya kesaksian dapat didengar dari orang lain. Jadi jelaslah saat-saat tertentu membutuhkan akan kritik dari orang lain. Kalaupun merupakan ungkapan atas kelemahan dan kekurangan sesuatu pada kita, itu bisa kita jadikan sebagai
ibrah atau pelajaran untuk kehidupan selanjutnya. Namun demikian, pada faktanya tidak sedikit dari kita ketika menerima kritik dari orang lain itu, tidak diterima dengan hati yang lapang, melainkan dengan hati yang panas atau emosi, bahkan kebencian terhadap si pengkritik. Tentunya jikalau dikritik responnya seperti itu, memang manusiawi juga. Tetapi kita harus ingat juga adagium hukum mengatakan Errare humanum est, turpe in errore perseverrare, artinya membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan tersebut. Pastinya ada hal lain yang tidak kita ketahui kenapa kita bisa dikritik. Dan kita harus memahami keadaan seperti itu.
Kemudian selanjutnya ketika kita berada diposisi sebagai pengkritik yang melakukan kritik terhadap orang lain, kita harus bisa menjaga dan memfilter terhadap ungkapan yang kita keliarkan untuk mengkritisi orang lain.tentunya dengan etika yang baik dan benar. Seperti dalam bahasa atau redaksi ungkapan kritisi kita dengan cara menyampaikan ungkapan dengan tegas, tetapi secara sopan dan lembut. Seperti pepatah arab mengatakan, "adabul mar‟I khairun min dzahabihi." Artinya kebaikan budi pekerti seseorang itu lebih baik dari pada emasnya. Apalagi dalam pemilihan intonasinya, sangan sampai melontarkan kalimat sindiran. Karena dengan ungkapan sindiran, dapat mengakibatkan salah sasaran dan justru membuat segala sesuatu menjadi makin nambah masalah, bukan menyelesaikan masalah. Kemudian ketika kita menyampaikan kritik terhadap orangg lain, pertama kali harus sampaikan dulu hal-hal yang baik mengenai dirinya, baru setelah itu ke poin kritiknya. Kenapa seperti itu? karena sangat penting sekali untuk mencairkan suasana agar orang yang kita kritisi bisa mengurangi resiko sakit hati. Karena menurut penelitian menyebutkan bahwasanya pujian akan membuat orang lebih kuat menerima kritik. Tentunya, ketika mengkritisi orang lain, lebih baik disampaikan secara empat mata. Jangan sampai mengkritisi didepan banyak orang, karena akan membuat harga diri orang yang kita kritisi menjadi tercemarkan.
Yang lebih penting bagi kita yang akan mengkritisi orang lain adalah pelajari dengan lebih dalam mengenai bahasan yang akan kita kritisi tersebut. jangan sampai ketika kita mengkritisi seseorang atau siapapun itu tanpa adanya pengetahuan dan ilmu yang mendalam. Karena ketika tanpa adanya substansi dari hal yang kita kritisi itu seperti pulpen yang tidak ada tintanya. Dan dalam sebuah pepatah arab mengatakan "Laulal ilmu lakaanannaasi kal bahaaimi." Seandainya tidak ada ilmu niscaya manusia seperti binatang. Artinya, substansi atau isi sangat penting sekali dalam sebuah tindakan dan prilaku kita. Jangan sampai kita disamakan dengan binatang seperti kata pepatah arab tersebut. Sama seperti kita berbicara didepan umum mengenai banyak hal, tetapi dirinya sendiri tidak faham bahkan tidak mengamalkan atas sesuatu yang disampaikan ke orang lain itu. contoh lainnya seperti yang kita ketahui bersama, bangsa Indonesia saat ini tengah diributkan dengan berita yang viral mengenai pengesahan Omnibus Law, dalam hal ini Undang-Undang Cipta Kerja.
Undang-Undang ini menjadi topic yang panas disemua kalangan masyarakat. Banyak perdebatan dikalangan praktisi dan akademisi. Bahkan masyarakat dalam hal ini buruh sebagai objek dari undang-undang ini sangat menentangnya. Akibatnya aksi unjuk rasa terjadi dimana-mana. Mengenai hal ini, ketika undang-undang telah disahkan, tetapi banyak pihak menentang dengan alasan sangat merugikan berbagai pihak, maka ketika kita akan melawan kebijakan ini, kita harus dalami dulu substansi dari isu tersebut. dalam hal ini,kita harus membaca dan memahami dari semua isi naskah akademik undang-undang ini. Memang tidak salah ketika kita melakukan aksi unjuk rasa karena keprihatinan, dan rasa empati kita terhadap pihak yang dirugikan. Tetapi alangkah lebih baik ketika kita memahami dulu seluruh dari isi naskah akademik itu. jangan sampai karena informasi tidak valid, mejadi termakan isu hoax. Dan itu sangat disayangkan sekali apalagi kepada seorang akademisi. Apalagi kalau permasalahan dalam ranah kajian hukum, tidak bisa kita memahami secara general, harus secara spesifik dan mendalam. Pun dalam bidang kajian ilmu yang lainnya. Intinya, kritik itu diperlukan untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan sebelumnya. Apalagi sangat disarankan ktitik yang membangun. Dan tidak lupa hal yang paling penting dalam hal ini semua, yaitu pelajari dan perdalam substansi dari permasalahan yang akan kita kritisi. Dengan harapan setelah dikritisi, bisa merubah keadaan menjadi lebih baik.
Kemudian selanjutnya ketika kita berada diposisi sebagai pengkritik yang melakukan kritik terhadap orang lain, kita harus bisa menjaga dan memfilter terhadap ungkapan yang kita keliarkan untuk mengkritisi orang lain.tentunya dengan etika yang baik dan benar. Seperti dalam bahasa atau redaksi ungkapan kritisi kita dengan cara menyampaikan ungkapan dengan tegas, tetapi secara sopan dan lembut. Seperti pepatah arab mengatakan, "adabul mar‟I khairun min dzahabihi." Artinya kebaikan budi pekerti seseorang itu lebih baik dari pada emasnya. Apalagi dalam pemilihan intonasinya, sangan sampai melontarkan kalimat sindiran. Karena dengan ungkapan sindiran, dapat mengakibatkan salah sasaran dan justru membuat segala sesuatu menjadi makin nambah masalah, bukan menyelesaikan masalah. Kemudian ketika kita menyampaikan kritik terhadap orangg lain, pertama kali harus sampaikan dulu hal-hal yang baik mengenai dirinya, baru setelah itu ke poin kritiknya. Kenapa seperti itu? karena sangat penting sekali untuk mencairkan suasana agar orang yang kita kritisi bisa mengurangi resiko sakit hati. Karena menurut penelitian menyebutkan bahwasanya pujian akan membuat orang lebih kuat menerima kritik. Tentunya, ketika mengkritisi orang lain, lebih baik disampaikan secara empat mata. Jangan sampai mengkritisi didepan banyak orang, karena akan membuat harga diri orang yang kita kritisi menjadi tercemarkan.
Yang lebih penting bagi kita yang akan mengkritisi orang lain adalah pelajari dengan lebih dalam mengenai bahasan yang akan kita kritisi tersebut. jangan sampai ketika kita mengkritisi seseorang atau siapapun itu tanpa adanya pengetahuan dan ilmu yang mendalam. Karena ketika tanpa adanya substansi dari hal yang kita kritisi itu seperti pulpen yang tidak ada tintanya. Dan dalam sebuah pepatah arab mengatakan "Laulal ilmu lakaanannaasi kal bahaaimi." Seandainya tidak ada ilmu niscaya manusia seperti binatang. Artinya, substansi atau isi sangat penting sekali dalam sebuah tindakan dan prilaku kita. Jangan sampai kita disamakan dengan binatang seperti kata pepatah arab tersebut. Sama seperti kita berbicara didepan umum mengenai banyak hal, tetapi dirinya sendiri tidak faham bahkan tidak mengamalkan atas sesuatu yang disampaikan ke orang lain itu. contoh lainnya seperti yang kita ketahui bersama, bangsa Indonesia saat ini tengah diributkan dengan berita yang viral mengenai pengesahan Omnibus Law, dalam hal ini Undang-Undang Cipta Kerja.
Undang-Undang ini menjadi topic yang panas disemua kalangan masyarakat. Banyak perdebatan dikalangan praktisi dan akademisi. Bahkan masyarakat dalam hal ini buruh sebagai objek dari undang-undang ini sangat menentangnya. Akibatnya aksi unjuk rasa terjadi dimana-mana. Mengenai hal ini, ketika undang-undang telah disahkan, tetapi banyak pihak menentang dengan alasan sangat merugikan berbagai pihak, maka ketika kita akan melawan kebijakan ini, kita harus dalami dulu substansi dari isu tersebut. dalam hal ini,kita harus membaca dan memahami dari semua isi naskah akademik undang-undang ini. Memang tidak salah ketika kita melakukan aksi unjuk rasa karena keprihatinan, dan rasa empati kita terhadap pihak yang dirugikan. Tetapi alangkah lebih baik ketika kita memahami dulu seluruh dari isi naskah akademik itu. jangan sampai karena informasi tidak valid, mejadi termakan isu hoax. Dan itu sangat disayangkan sekali apalagi kepada seorang akademisi. Apalagi kalau permasalahan dalam ranah kajian hukum, tidak bisa kita memahami secara general, harus secara spesifik dan mendalam. Pun dalam bidang kajian ilmu yang lainnya. Intinya, kritik itu diperlukan untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan sebelumnya. Apalagi sangat disarankan ktitik yang membangun. Dan tidak lupa hal yang paling penting dalam hal ini semua, yaitu pelajari dan perdalam substansi dari permasalahan yang akan kita kritisi. Dengan harapan setelah dikritisi, bisa merubah keadaan menjadi lebih baik.
Masiswa Aktif KPI UIN Sunan Gunung Djati bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Beri komentar secara sopan