Anarkisme Cermin Rendahnya Minat Baca Masyarakat

Oleh: Muhammad Husna Hisaba

Beberapa waktu lalu telah terjadi aksi demosntrasi di beberapa wilayah di Indonesia  yang dilakukan oleh mahasiswa dan buruh dengan maksud untuk menyampaikan aspirasi dan keberatannya atas disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada 05 Oktober lalu.

Menurut para mahasiswa dan buruh, UU Cipta Kerja (Ciptaker) sangat merugikan dalam aspek ketenagakerjaan yang sangat berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), lingkungan hidup, pers, hingga pada aspek pendidikan.

Aksi demonstrasi berlangsung selama tiga hari berturut-turut mulai dari tanggal 6 hingga 08 Oktober 2020, disusul pada tanggal 13 Oktober lalu. Sayangnya di beberapa daerah seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, Banten, Yogyakarta, Semarang, dan beberapa daerah lainnya demo berlangsung tidak kondusif dan berkahir ricuh.

Massa aksi yang didalamnya terdiri dari  mahasiswa, buruh, hingga pelajar melakukan aksi membakar ban, melempar botol hingga batu pada aparat, merusak mobil polisi, hingga merobohkan pagar kantor pemerintahan.

Keadaan semakin chaos saat sore hari di mana massa aksi enggan membubarkan diri dan mematuhi imbauan dari aparat keamanan, sehingga aparat keamanan secara paksa membubarkan massa dengan tembakan gas air mata dan water canon.

Para pendemo yang benar-benar paham dan mengerti substansi dari UU Ciptaker ini tentunya tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan anrkisme atau vandalisme, mereka akan menyampaikan aspirasinya baik lewat aksi demonstrasi maupun berdialog secara langsung secara damai dan dengan kepala dingin.

Adapun para massa aksi yang melakukan kegiatan anarkisme kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikutan dan tidak paham betul mengenai substansi dari UU Ciptaker. Mereka termakan korban berita palsu yang tersebar di media sosial sehingga tersulut emosinya dan mudah terprovokasi di lapangan.

Jika semua masa aksi dan pemerintah mampu memberi pemahaman satu sama lain, jika sosialisasi yang dilangsungkan oleh pemerintah berjalan dengan baik dan maksimal, seharusnya tidak akan terjadi kericuhan pada masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. Minimnya sosialisasi dari pemerintah membuat masyarakat awam banyak memercayai berita-berita yang tersebar di media sosial yang belum teruji kebenarannya.

Hal ini diperparah dengan rendahnya minat masyarakat Indonesia untuk membaca draft UU Ciptaker dengan tujuan memahami isinya dengan baik secara komprehensif agar tidak termakan informasi keliru yang tersebar di media sosial.

Tidak heran jika yang terjadi di lapangan pada aksi demonstrasi terjadi kericuhan, karena banyak dari pendemo yang hanya ikut-ikutan tanpa tahu betul substansi omnibus law juga tidak tahu aspirasi apa yang hendak disampaikannya, dengan begitu ini menjadi peluang besar bagi para penyusup dan oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memprovokasi dan menyulut perbuatan-perbuatan anarkisme pada masa aksi demo.

Penulis, Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung

Tulisan ini pernah dimuat di Media Indonesia pada tanggal 17 Oktober 2020

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023