Maling Berdasi Jangan Ambil Hak Kami

Asep Budiyanto Yanmar Sidik

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, tetapi lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya korupsi politis.

Tidak ada upaya kuat dari pemerintah untuk memberantas korupsi, kita bisa melihat jika pemerintah tidak begitu memerhatikan masalah korupsi. Bahkan lembaga yang di percaya memberantas korupsi dibiarkan hancur, sebut saja KPK yang beberapa waktu lalu dibiarkan saja dirusak oleh pihak berkepentingan. Apalagi revisi UU KPK yang akan melemahkan KPK bahkan akan membuat para koruptor bergerak leluasa.

Kondisi yang mendukung terjadinya korupsi diantaranya Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah, Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal, Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar, Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama", Lemahnya ketertiban hukum, Lemahnya profesi hukum, Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa, Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Tidak Ada Hukuman yang Mematikan,wacana terkait adanya hukuman mati bagi koruptor pernah digulirkan di Indonesia. Namun hal ini tidak pernah terjadi sampai sekarang. Alasannya adalah hukuman mati bagi koruptor dianggap tidak efektif. Meski demikian, jika hukuman ini tidak lakukan. Maka koruptor akan semakin merejalela.Mereka akan terus mengeruk uang rakyat untuk kesenangannya sendiri. Akhirnya negara merugi dan rakyat tak mendapatkan apa-apa. Orang yang ditangkap dengan dugaan korupsi pun masih bisa tersenyum pada media. Mereka terlihat biasa dan tidak memiliki rasa bersalah. Coba jika mereka mendengar bahwa hukuman "dor" akan diterima. Pasti akan menangis untuk meminta maaf.

Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung
Tulisan ini pernah di muat di Media Indonesia pad tanggal 2 Oktober 2019

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023