Ironi Ibu Pertiwi

Oleh : Aniken Yuliana Citra

       Sungguh ironi, hutan dan lahan yang semula hijau berubah menjadi abu yang hitam pekat. Api meratakan hutan dan lahan di berbagai daerah Indonesia. Setidaknya ada enam provinsi yang termasuk kategori parah kebakaran lahan yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan data BNPB, terdapat 4.319 titik api di seluruh Indonesia dengan luas lahan yang terbakar mencapai 328 ribu hektare. Beberapa tahun terakhir, sepanjang kemarau sering terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) namun tahun 2019 ini adalah yang terparah.

       Penyebab kebakaran hutan dan lahan salah satunya adalah karena adanya faktor alam. Menurut data BMKG terdapat fenomena alam El Nino yaitu memanasnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur sehingga berkurangnya curah hujan dan kondisi menjadi kering. El Nino ini mengakibatkan kemarau panjang di Indonesia. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Doni  Monardo mengungkapkan penyebab kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah Indonesia adalah 99% karena ulah manusia. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian serta berdasarkan penyelidikan penyebab kebakaran hutan yang dilakukan oleh kepala BNPB, Letjen Doni Monardo sejak Februari 2019.

       Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ini berdampak pada kehidupan masyarakat. Beberapa masyarakat mengungsi ke posko yang telah disediakan oleh berbagai pihak dan tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Asap yang begitu pekat juga mempengaruhi jarak pandang penerbangan sehingga jadwal penerbangan terganggu. Lalu, dampak yang paling dominan adalah banyak yang terserang penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), batuk dan sesak napas. Karena kualitas udara yang tidak sehat, banyak pula masyarakat yang terinfeksi saluran pernapasan, bahkan beberapa dari mereka meninggal dunia.

       Data BMKG yang dilansir harian berdasar parameter konsentrasi PM10, menunjukan kualitas udara di Pekanbaru pada hari Jum'at, 20 September 2019 pukul 05:22 WIB, mencapai level Sangat Tidak Sehat yakni 282.97 μgram/m3. Tingkat konsentrasi PM10 pada hari Jum'at ini menurun, karena pada sebelumnya kualitas udara di Pekanbaru menyentuh level berbahaya. 

       Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, TNI, Polisi, serta perangkat negara lainnya. Dalam sepekan ini telah dilakukan modifikasi cuaca yakni dilakukan hujan buatan dimana terjadi penyemaian garam di awan. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi kebakaran di beberapa titik di Indonesia. BNPB pun mengerahkan 42 water bombing untuk memadamkan api. Pemerintah juga telah menerjunkan 44 helikopter serta mengerahkan 29.039 personel. Sementara itu, Polri fokus dalam penegakan hukum terhadap mereka yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan.

       Ibu Pertiwi kini sedang bersedih tertimpa musibah. Maka dari itu janganlah tutup mata jika tidak ingin kehilangan nyawa. Kerahkan tenaga bersama-sama, serta berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar musibah ini segera terselesaikan. Untuk mengatasi ini semua tidak hanya pemerintah yang turun tangan, namun semua elemen masyarakat pun harus membantu. Perlu adanya kerja sama dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, para tokoh ugama, ulama, budawayan dan media. Pencegahan, pengontrolan, penelitian harus rutin dilakukan agar tidak menyesal di kemudian hari. Mari kita jaga ibu pertiwi yang tercinta ini. Alam melukis untuk kita, setiap hari memberikan keindahan yang tak terbatas. Oleh karena itu mari kita jaga dan lindungi alam ini.



Penulis, Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
JL. Damar III No. B. 157 Dimensi, Kec.Margaasih, Kab.Bandung Jawa Barat (40216)
083148369034/081221707051

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023