Ketentuan digulirkan, PBI Tercekik Kesakitan


                                       Oleh: Adi Wahyudi

Lagi-lagi masalah BPJS kesehatan menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. Pasalnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengusulkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020. Kenaikannya bahkan mencapai angka 100 persen. Besaran inilah  yang menuai kritik karena dinilai memberatkan masyarakat, terutama mereka yang menggunakan  BPJS secara mandiri, Alasan kenaikan ini adalah untuk menutupi keuangan BPJS Kesehatan yang terus mengalami defisit.

Defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini kian hari kian menahun. Setelah defisit Rp3,3 triliun pada tahun pertamanya, di 2014 lalu, defisitnya kian besar hingga menyentuh Rp5,7 triliun pada 2015.  Kemudian, menjadi Rp9,7 triliun pada 2016 dan Rp9,75 triliun pada 2017. Untuk tahun ini, defisit diproyeksikan mencapai Rp16,5 triliun, yang belakangan dikoreksi hanya tersisa Rp10,98 triliun berdasar hitung-hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).  

Data resmi melansir jumlah peserta BPJS Kesehatan tembus 204,4 juta jiwa hingga pertengahan September ini. Nah, separuh dari jumlah itu atau sekitar 118 juta merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau masyarakat miskin.
Sudah barang pasti,  iuran yang dibayarkan pun relatif murah meriah. Cuma Rp25.500 per bulan. Itu pun, bukan masyarakat miskin yang harus merogoh kocek mereka sendiri.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang 24 Tahun 2011 tentang BPJS.  besaran iuran yang murah akan menjadi malapetaka bagi keuangan BPJS. Warga yang menentang naiknya iuran BPJS yang dianggap memberatkan. Pasalnya, kenaikan yang diberlakukan pemerintah malah mencekik karena dua kali lipat. Dengan mengalami kenaikan warga semakin malas bayar iuran. Padahal, seharusnya anggaran untuk kesehatan disiapkan dan bukan membebankan warga.

Menaiknya iuran bukan satu-satunya solusi yang cepat untuk menyelesaikan defisit keuangan yang membengkak, seharusnya pemerintah mengatasi anggota non aktif yang menunggak, sehingga masyarakat turut aktif sebelum iuran BPJS benar-benar harus naik. Dan banyak ketentuan yang digulirkan pemerintah sudah beberapa kali ini menyengsarakan masyarakat. Mulai dari pemindahan ibukota yang dinilai sesuka hati dan yang terbaru kenaikan iuran BPJS kesehatan. Saat ini masyarakat terus diminta untuk mengikuti semua program yang digulirkan. Padahal  ini membuat kami kesulitan mengikutinya.



Adi  Wahyudi
Mahasiswa KPI UIN SGD Bandung
Tulisan ini pernah dimuat di Media Indonesia pada tangga 14 September 2019

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023