Di Cekik Asap Di Negri Sendiri

Oleh: Isna Nurul Itsnaini


Asap dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan dan Sumatra telah merenggut oksigen masyarakat. Warga sulit beraktifitas karena jarak pandang terbatas, anak-anak tak bisa sekolah, ekonomi lumpuh total, kesehatanpun mengancam bahkan ketika hidung di tutup pekatnya asap masih menembus dada.

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan kalimantan memang sering terjadi tiap tahunnya. Penyebab utama kebakaran adalah karena ulah tangan manusia. Pembakaran dilakukan secara sengaja untuk membuka lahan baru dengan cakupan wilayah yang besar. Kesengajaan kebakaran yang awalnya hanya sedikit kemudian menjalar ke lahan lain, juga kecerobohan karena lupa mematikan api unggun dengan benar atau lupa mematikan puntung rokok.

Bencana akibat ulah manusia ini tak hanya menghabisi tubuh seseorang, tapi juga menggerogoti kantong warga, dan mengganggu sejumlah aktivitas penerbangan. Meski pemerintah telah melakukan upaya pemadaman api namun hal tersebut tidak serta merta menjadi solusi. Kurangnya sumber air diwilayah kebakaran membuat petugas bingung harus bagaimana lagi memadamkan api. Berbagai macam cara mulai dari membuat hujan buatan dengan Technologi Modifikasi Cuaca (TMC) hingga shalat Istisqa telah dilakukan. 

Namun penggunaan TMC juga sangat tergantung dengan kondisi cuaca, apakah memungkin untuk membuat hujan buatan. Jika situasi terjadinya TMC sulit dikondisikan maka usaha pengeboman air menjadi bantuan yang sangat berarti bagi upaya pemadaman karhutla. Walau pun begitu usaha pemadaman karhutla itu akan selalu harus dilakukan, karena kalau tidak, efek jera yang diharapkan dari para pelaku, jika tidak muncul, justru dapat memicu terjadinya karhutla.

Memadamkan saja tanpa ada upaya penegakan hukum atas terjadi karhutla, seakan memberikan peluang terjadinya karhutla kapan saja saat terjadi musim kemarau. Salah satu metode penegakan hukum adalah dengan memberikan police line, pada kawasan terjadinya karhutla. Pada saat terjadi karhutla, jarang ada pihak yang mengaku melakukan pembakaran hutan dan lahan, bahkan mengaku kebakaran hutan dan lahan terjadi pada kawasan yang dimiliki baik perseorangan mau pun perusahaan. Namun dengan membuat police line pada kawasan karhutla, maka akan kelihatan pihak yang berkepentingan terhadap kelanjutan fungsi dari kawasan bekas karhutla. Hal tersebut dipandang perlu, mengingat sering dengan berlalunya waktu karhutla, maka pada lahan-lahan yang tadinya terkena karhutla, muncul tanamam-tanaman sawit baru.  

Dengan demikian Police line areal kawasan karhutla dapat menjadi salah satu model untuk mengetahui pihak pihak yang berkepentingan atas terjadinya karhutla. Tentu saja hal itu juga harus diikuti denganj penegakan hukum tanpa pandang bulu. Hal itu perlu ditekannkan karena, jika terjadi satu dan lain hal, pemilik kawasan yang tadinya terkena karhutla, lalu menanam pohon sawit, tidak terkena sanksi hukum, maka karhutla akan terjadi setiap tahun. Bencana asap pun akan kembali terulang setiap tahun.
Sesuatu yang sebetulnya ulah manusia, namun karena banyak orang terlalu fokus pada pemadaman karhutla, sementara sanksi hukumnya belum berjalan optimal, maka efek jera tidak muncul pada para pelaku pembakaran karhutla. Bagi masyarakat awam, hanya bisa menerima situasi dan kondisi bencana asap yang boleh dikatakan terjadi hampir setiap tahun.

Penulis Mahasiswi UIN SGD Bandung.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Beri komentar secara sopan

© Vokaloka 2023